ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM KORONER AKUT (SKA)
A. KONSEP
MEDIK
1.
Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan
suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan
rumah sakit dan angka kematian yang tinggi (Irmalita dkk, 2015).
Sindrom koroner akut adalah
terminologi yang digunakan pada keadaan gangguan aliran darah koroner parsial
hingga total ke miokard secara akut (Lily, 2012).
Sindrom koroner akut merupakan
sekumpulan gejala yang diakhibatkan oleh gangguan aliran darah pembuluh darah
koroner secara akut. Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner
akibat kerak aterosklerosis yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu
terjadinya gumpalan-gumpalan darah (thrombosis) (Erik, 2005).
2.
Etiologi
Penyebab dari Sindrom Koroner Akut ini
adalah trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada, obstruksi dinamik
(spasme koroner atau vasokonstriksi), obstruksi mekanik yang progresif,
inflamasi dan/atau infeksi, faktor atau keadaan pencetus (IDSKI, 2016)
3.
Factor risiko
Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor
resiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang dapat dikendalikan.
Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah usia, jenis kelamin dan
riwayat keluarga. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan adalah dislipidemia,
obesitas, hipertensi, merokok, diabetes melitus dan kurang olahraga (Kroll et
al, 2007).
4.
Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung,
Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi (Lily, 2012):
a. Infark miokard dengan elevasi segmen
ST (STEMI: ST segment elevation myocardial infarction)
b. Infark miokard dengan non elevasi
segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial infarction)
c. Angina Pektoris tidak stabil (UAP:
unstable angina pectoris)Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)
merupakan indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran
darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung(
Darma, 2009).
5.
Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi
akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini
berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang
menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white tromhbus).Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). (Bender, 2011)
Infark miokard tidak selalu disebabkan
oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis
jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning
(setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan
bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak
plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis
akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan
oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah
mempunyai plak aterosklerosis (Irmalita et al, 2015).

Gambar: Perjalanan Proses Aterosklerosis pada
Plak Aterosklerosis
6.
Manifestasi klinik
Terbentuknya trombus akibat proses
patofisiologi SKA menyebabkan darah sulit mengalir ke otot jantung dan daerah
yang diperdarahi menjadi terancam mati. Gejala yang khas dari SKA adalah rasa
nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung
selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu atau lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat,nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum
pernah mengalami hal ini atau penderita yang pernah mengalami angina, namun
pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
Selain gejala-gejala yang khas tersebut,
bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya yang terganggu
atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai
dengan sesak, muntah atau keringat dingin. SKA dapat bermanifestasi sebagai
angina tidak stabil atau serangan jantung dan dapat berakhibat kematian (Erik,
2005).
7.
Diagnosis
a. Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus
ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu
gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan
evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan
gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan
keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA (PDSKI, 2016).
b. Pemeriksaan fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah
untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi
dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis
aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan
prognosis yang buruk. Adanya bruit di
karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki
kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK) (PDSKI, 2016).
c. Elektrokardiografi (EKG)
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10
menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan
hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG
awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan
terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara
lain:
1) Depresi segmen ST dan/atau inversi
gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten
(<20 menit)
2) Gelombang Q yang menetap
3) Nondiagnostik
4) Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak
menyingkirkan kemungkinan diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya
akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel
kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan
sadapan tambahan. Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua atau lebih sadapan
berdekatan sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan
mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan
dengan depresi segmen ST ≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi
gelombang T≥2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk
mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q ≥0,04 detik
tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan
tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi sehingga diagnosis yang
seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau Definitif SKA. Jika pemeriksaan
EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih
berlangsung, pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Pada keadaan di mana EKG
ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24
jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI
dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang
terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang
sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk
provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG
tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal
jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan
persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stresstest negatif menunjukkan
diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan (Bender, 2011).
d. Petanda biokimia jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah
standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka
jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin
I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan
angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang sebaiknya mempertimbangkan
ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali
pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard
akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah
perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan
ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila
terjadinekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Mengingat
troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan
marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh
laboratorium setempat. Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan
CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai
puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari (Bender, 2011).
8.
Penatalaksanaan
a. Fase awal
Berdasarkan kualitas nyeri dada,
anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah serta gambaran EKG, pasien dikelompokan
menjadi salah satu dari: STEMI, NSTEMI dan kemungkinan bukan SKA (Hicks, 2010).
b. Penanganan awal
Penanganan awal dimulai dengan
pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat memperbaiki
prognosis jangka panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk
menurunkan risiko thrombosis arteri koroner berulang, penyekat beta dan statin
(Hicks, 2010).
c. Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik
1) Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%.
2) Nitrogliserin, isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan pemberian kontinu melalui
intravena.
3) Morphine diberikan untuk mengatasi
nyeri dada dan ansietas.
4) Penyekat beta secara kompetitif
mengambat efek katekolamin terhadap miokard dengan cara menurunkan laju
jantung, kontraktilitas dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh
miokard menurun (Hicks, 2010).
d. Agen Antiplatelet
Peran aktivasi dan agregasi platelet
merupakan target utama pada penanganan pasien SKA. Pemberian antiplatelet
dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian
aterotrombosis berulang.12 1.Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Pengunaan GIIb/IIIa
akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor, sehingga potensi keuntungannya harus
dinilai bersama dengan risiko perdarahannya.12 2.Antikoagulan Antikoagulan
diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya. Banyak studi telah
membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam
mengurangi serangan jantung akibat thrombosis (Hicks, 2010).
e. Revaskularisasi Koroner
Pada pasien dengan risiko tinggi
menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner
dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi
simptom, memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis (Hicks, 2010).
f. Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
Intervensi koroner perkutan (PCI)
umumnya menggunakan stent/cincin untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba
(abrupt closure) dan penyempitan kembali (Hicks, 2010).
g. Intervensi Bedah: Coronary Artery
Bypass Graft (CABG)
Proses trombosis merupakan target
terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani CABG
risiko perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara umum bila
memungkinkan, CABG dilakukan setelah minimal 48-72 jam (Hicks, 2010).
h. Tatalaksana Jangka Panjang
Pasien dengan SKA non ST elevasi
memiliki risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab
itu, prevensi sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka
panjang, yang mencakup:
1) Perbaikan gaya hidup seperti berhenti
merokok, aktivitas fisik teratur, dan diet.
2) Penurunan berat badan pada pasien
obesitas dan kelebihan berat badan overweight.
3) Intervensi terhadap profil lipid yaitu
: a.Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST elevasi,
diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi dinding plak
aterosklerosis, efek pleitropik. b.Disarankan terapi penurunan level lipid
secara intensif dengan target LDL<100 mg/dL
4) Meneruskan pemakaian anti-platelet.
5) Pemakaian penyekat beta harus
diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang
menurunkan, dengan atau tanpa gejala gagal jantung.
Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST,
direkomendasi penilaiaan kapasitas fungsional. Berdasarkan status
kardiovaskular dan penilaian kapasitas fisik fungsional tersebut, pasien diberi
informasi mengenai waktu dan level aktivitas fisik yang direkomendasikan,
termasuk rekreasi, kerja, dan aktivitas seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi
ST dapat disarankan menjalani uji latih jantung dengan EKG atau suatu
pemeriksaan stress non invasif untuk iskemia yang setara, dalam 4-7 minggu
setelah perawatan (Hicks, 2010).
B. ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
- Kemungkinan penyakit jantung coroner
dengan peningkatan frekuensi, tingkat keparahan, atau durasi angina.
- Gejala utama infark miokard: nyerisubsternum
atau nyeri tekan yang parah dan menetap serta kemungkinan menyebar ke lengan
kiri, rahang, leher, dan sebelah bahu, dan kemungkinan menetap selama 12 jam
atau lebih
- Pada pasien lansia atau penderita
diabetes kemungkinan tidak mengalami nyeri; pada pasien lain, kemungkinan
mengalami nyeri ringan dan tidak mengganggu pencernaan.
- Perasaan akan datangnya kematian,
keletihan, mual, muntah, dan napas pendek.
- Kematian mendadak (dapat terjadi tanda
awal dan satu-satunya indikasi infark miokard.
b.
Temuan pemeriksaan fisik
- Ansietas yang ekstrim dan gelisah
- Dyspnea
- Diaphoresis
- Takikardia
- Hipertensi
- Bradikardia dan hipotensi pada infark
miokard inferior
- S4, S3, dan
celah paradoksikal S2 pada disfungsi ventrikel
- Murmur sistolikpada insufisiensi
mitral
- Friction
rub pericardium pada infark miokard transmural atau pericarditis
- Demam derajat ringan selama beberapa
hari
c.
Pemeriksaan diagnostic
1) Laboratorium
- Kadar kreatinin kinase (creatinine kinase=CK) serum meningkat
(normal: Pria 5 – 35 Ng/mL, Wanita 5 – 25 Ng/mL), terutama isoenzim CK-MB
(normal: 0 – 6%)
- Kadar laktat dehydrogenase serum
meningkat; isoenzim LD1, (ditemukan pada jaringan jantung) lebih
tinggi dibandingkan LD2 (dalam serum).
- Peningkatan hitung lekosit biasanya
tampak pada hari keduadan berlangsung selama satu minggu.
- Myoglobin (hemoprotein yang ditemukan
dalam otot jantung dan otot lurik) yang dilepas saat terjadi kerusakan otot
dalam 2 jam setelah infark miokard terdeteksi.
- Kadar troponin meningkat dalam 4 – 6
jam cedera miokardium dan dapat tetap meningkat selama 5 – 11 hari
- Hitung darah lengkap dapat menunjukkan
anemia
- Kadar protein C-reaktif serum
meningkat
- Profil kimia dapat menunjukkan kadar
elektrolit abnormal.
2) Pencitraan
- Scan kedokteran nuklir dapat
mengidentifikasi kerusakan otot yang sangat parah dengan mengambil akumulasi
nukleotida radioaktif, yang tampak sebagai “hot
spot” pada film. Pencitraan perfusi miokardium menunjukkan “cold spot” pada sebagian besar pasien
selama beberapa jam pertama setelah infark miokard transmural.
- Ekokardiografi (EKG) menunjukkan
dyskinesia dinding ventrikel pada infark miokard transmural dan membantu dalam
mengevaluasi fraksi ejeksi.
3) Prosedur diagnosis
- Hasil EKG 12 lead mungkin normal atau
tidak dapat ditentukan selama beberapa jam pertama setelah infark miokard.
Karakteristik abnormalitas yang meliputi depresi segmen ST pada infark miokard
subendokardial dan elevasi segmen ST dan gelombang Q, menunjukkan adanya
pembentukan jaringan parut dan nekrosis pada infark miokard transmural.
- Kateterisasi arteri pulmonalis dapat
dilakukan untuk mendeteksi gagal jantung kiri atau kanan dan untuk memantau
respons terhadap terapi.
2.
Diagnose Keperawatan, Hasil (NOC),
Intervensi (NIC)
NO
|
Diagnosa Keperawatan
NANDA
|
Kriteria hasil
NOC
|
Intervensi
(NIC)
|
1
|
Nyeri akut b.d agens fisik (iskemia
jaringan)
|
Level nyeri:
- Mengungkapkan peredaan atau pengendalian
nyeri dada dalam periode waktu yang tepat sesuai dengan medikasi yang
diberikan.
- Menunjukkan penurunan ketegangan,
perilaku rileks, dan kemudahan pergerakan
Control nyeri:
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
|
Manajemen nyeri
Mandiri:
- Pantau dan dokumentasikan
karakteristik nyeri, catat laporan verbal, isyarat nonverbal, mis: mengerang,
menangis, gelisah, diaphoresis, mengurutkan dada, pernapasan cepat, dan
respons hemodinamik (perubahan TD dan frekuensi jantung)
- Dapatkan deskripsi lengkap tentang
nyeri dari klien termasuk lokasi, intensitas (pengguanaan skala 0 – 10 atau
menggunakan skala yang serupa), durasi, karakteristik (tumpul atau seperti
dihancurkan), dan radiasi/penyebaran. Bantu klien menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan pengalaman lain.
- Catat riwayat angina sebelumnya,
ekuivalen angina, atau nyeri infark miokardium. Diskusikan riwayat keluarga
jika berhubungan
- Instruksikan klien untuk melaporkan
nyeri dengan segera.
- Bantu atau instruksikan (ajarkan)
teknik relaksasi, seperti napas dalamdan lambat serta distraksi.
- Periksa tanda vital sebelum dan
setelah pemberian medikasi opioid.
Kolaborasi:
- Beri oksigen tambahan dengan rute
yang tepat
- Beri medikasi; mis. Anti-angina,
seperti nitrogliserin, isoserbide dinitrat, dan mononitrat; Analgesik seperti
Morfin sulfat.
|
2
|
Risiko penurunan curah jantung
Factor risiko:
- Penurunan preload __ meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik (SVR)
- Perubahan frekuensi/irama jantung
- Perubahan kontraktilitas __ infarksi
otot atau diskinetik
|
Efektifitas pompa
jantung:
- Mempertahankan stabilitas hemodinamik,
seperti: TD, curah jantung dalam kisaran normal
- Melaporkan penurunan episode dyspnea
dan angina
- Mendemonstrasikan peningkatan
toleransi aktivitas.
|
Perawatan jantung:
Akut
Mandiri:
- Pantau status mental, investigasi
perubahan mendadak atau perubahan kontinyu dalam status mental, seperti
ansietas, konfusi, letargi, dan stupor.
- Inspeksi pucat, sianosis, bercak,
dan kulit dingin atau lembab
- Pantau pernapasan, perhatikan kerja
pernapasan
- Auskultasi suara napas
- Evaluasi kualitas dan ekualitas
nadi. Auskultasi bunyi jantung: catat terjadinya bunyi S3 dan S4.
- Catat keberadaan bising dan rubs
- Periksa TD dengan sering, pantau
tekanan hemodinamik ketika selang/alat invasive terpasang.
- Pantau frekuensi dan irama jantung,
dokumentasikan disritmia melalui telemetri.
- Pantau haluaran, perhatikan
perubahan dalam haluaran urine. Hitung keseimbangan cairan.
- Catat distensi vena jugularis dan
pembentukan edema akibat posisi tergantung.
- Sediakan perlengkapan dan medikasi
darurat.
Kolaborasi:
- Beri oksiggen tambahan, sesuai indikasi.
- Tinjau EKG berkala
- Pantau data laboratorium, seperti
enzim jantung, gas darah arteri (GDA),dan elektrolit
- Bantu intervensi medis atau bedah,
sesuai indikasi
|
3
|
Intolerans aktivitas b.d ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
|
Toleransi aktivitas:
- Mendemonstrasikan peningkatan
progresif yang terukur dalam toleransi terhadap aktivitas dengan frekuensi
dan irama jantung, TD dalam batas normal klien, dan kulit hangat, merah muda,
dan kering.
- Melaporkan tidak terjadinya angina
saat beraktivitas.
|
Manajemen energy
Mandiri:
- Catat dan dokumentasikan frekuensi
irama jantung serta perubahan TD sebelum, selama, dan setelah aktivitas,
sesuai indikasi. Hubungkan dengan laporan nyeri dada atau sesak napas.
- Dorong tirah baring pertama-tama ke
kursi untuk istirahat. Setelah itu batasi aktivitas berdasarkan nyeri atau
respons jantung yang merugikan. Beri aktivitas pengalihan non-stress.
- Instruksikan klien untuk menghindari
tindakan yang meningkatkan tekanan abdomen, seperti mengejan selama defekasi.
- Jelaskan pola peningkatan aktivitas
secara bertahap, seperti bangun ke kursi toilet (commode) atau duduk di kursi, lakukan ambulasi progresif, dan
istirahat setelah makan.
- Tinjau tanda dan gejala yang
merefleksikan intoleransi terhadaptingkat aktivitas saat ini atau yang
memerlukan pemberitahuan ke perawat atau dokter.
Kolaborasi:
Rujuk
ke program rehabilitasi jantung.
|
4
|
Ansietas b.d:
- Ancaman terhadap atau perubahan
status kesehatan, ekonomi, ancaman kematian
- Konflik yang tidak disadari mengenai
nilai esensial, tujuan hidup
- Krisis situasi
- Transmisi interpersonal
|
Control diri terhadap
ansietas:
- Mengenali dan mengungkapkan perasaan
- Mengidentifikasi penyebab dan factor
kontribusi
- Mengungkapkan penurunan ansietas
atau ketakutan
- Mendemonstrasikan keterampilan
positif dalam menyelesaikan masalah
- Mengidentifikasi dan menggunakan
sumber secara tepat.
|
Penurunan ansietas
Mandiri:
- Identifikasi dan kenali persepsi
klien tentang ancaman atau situasi. Dorong ekspresi dan hindari menolak
perasaan, kemarahan, duka cita, kesedihan, dan ketakutan.
- Catat terjadinya permusuhan, merusak
diri, dan penyangkalan __ efek yang tidak tepat atau menolak mematuhi regimen
medis.
- Pertahankan sikap percaya diri,
tanpa penenangan yang salah.
- Orientasikan klien dan orang yang
dekat kepada prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi
jika memungkinkan.
- Observasi tanda verbal dan
non-verbal dari ansietas, dan tinggal bersama klien. Intervensi jika klien
menunjukkan perilaku destruktif.
- Terima tapi jangan kuatkan
penggunaan penyangkalan. Hindari konfrontasi.
- Jawab semua pertanyaan secara factual.
Beri informasi yang konsisten; ulangi sesuai indikasi.
- Dorong klien dan orang dekat untuk
berkomunikasi satu sama lain, berbagi pertanyaan dan kekhawatiran
- Beri privasi untuk klien dan orang
dekat
- Beri periode istirahat dan waktu
tidur tanpa gangguan serta lingkungan yang tenang, dengan klien mengendalikan
tipe dan jumlah stimulus eksternal
- Dukung proses berduka, termasuk
waktu yang diperlukan untuk resolusi.
- Dorong kemandirian, perawatan diri
sendiri, dan pengambilan keputusan dalam rencana terapi yang diterima.
- Dorong diskusi mengenai harapan
setelah pulang.
Kolaborasi:
Beri
medikasi anti-ansietas atau hipnotik, sesuai indikasi, seperti alprazolam dan
lorazepam.
|
5
|
Risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan (otak, perifer, gastrointestinal)
Factor risiko:
-
Efek
samping terapi; terapi tromolitik
-
Hipertensi
-
Spasme
arteri coroner, infark miokardium terbaru.
|
Aktivitas pompa
jantung:
Mendemonstrasikan perfusi yang adekuat yang tepat
secara individual, seperti kulit hangat dan kering, nadi perifer ada dan
kuat, tanda vital berada dalam kisaran normal klien, klien sadar atau
terorientasi, asupan dan haluaran seimbang, tidak ada edema, bebas nyeri atau
ketidak nyamanan, stabil, perbaikan EKG, dan kondisi mental.
|
Regulasi hemodinamik
Mandiri:
- Investigasi perubahan mendadak atau
perubahan yang terus menerus terjadi dalam kondisi mental seperti konfusi,
iritabilitas, letargi, dan stuper.
- Pantau respirasi, perhatikan kerja
pernapasan.
- Pantau haluaran, perhatikan
perubahan dalam warna dan haluaran urine.
- Kaji fungsi gastrointestinal, catat
anoreksia, penurunan atau penghilangan bising usus, mual dan muntah, distensi
abdomen, dan konstipasi.
Perawatan sirkulasi:
insufisiensi vena
Mandiri:
- Dorong latihan kaki aktif atau pasif
dibantu
- Kaji nyeri di ekstremitas bawah dan
tanda Homan, eritema, dan edema.
- Instruksikan klien dalam pemakaian
dan pelepasan kaos kaki antiemboli, jika digunakan.
Kolaborasi:
Pakai
alat kompresi sekuensial (SCD), sesuai indikasi.
Perawatan jantung: akut
Kolaborasi:
- Beri oksigen tambahan sesuai
indikasi
- Pantau data laboratorium: gas darah
arteri, nitrogen urea darah (BUN), kreatinin, elektrolit, dan studi koagulasi
(waktu protrombin (PT), waktu protrombin aktivasi (aPTT), waktu pembekuan).
- Beri medikasi sesuai indikasi: agens
antitrombosit (seperti: aspirin, absiksimab, clopidogrel, dan eptifibatid),
antikoagulans (seperti: heparin/enoksapirin), simetidin, ranitidine, dan
antasida.
|
6
|
kurang pengetahuan b.d:
- Kekurangan informasi, kesalahan
persepsi informasi
- Kelemahan memori
- Tidak familiar dengan sumber
informasi.
|
Pengetahuan: Manajemen
penyakit jantung
- Mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi, kemungkinan komplikasi, factor risiko individual, dan fungsi alat
pacu jantung (jika menggunakan)
- Menghubungkan tanda-tanda kegagalan
alat pacu jantung
- Mengungkapkan pemahaman tentang
regimen terapeutik
- Menyebutkan tindakan yang diharapkan
dan kemungkinan efek samping yang merugikan dari medikasi.
Manajemen diri:
Penyakit jantung
- Secara benar melaksanakan prosedur
yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan
- Tetap mengikuti janji pertemuan.
|
Penyuluhan: Individu
Mandiri:
- Kaji klien dan orang dekat tentang
tingkat pengetahuan dan kemampuan atau keinginan untuk belajar
- Waspadai tanda penghindaran seperti
mengganti subyek yang jauh dari informasi yang sedang dipresentasikan atau
melakukan perilaku ekstrem, seperti menarik diri, atau eforia.
- Sajikan informasi dalam format
pembelajaran yang beragam, seperti buku terprogram, kaset audiovisual, sesi tanya
jawab, dan aktivitas kelompok.
Perawatan jantung: Rehabilitasi
Mandiri:
- Perkuat penjelasan tentang factor risiko,
pembatasan diet dan aktivitas, medikasi, dan gejala yang memerlukan perhatian
medis dengan segera.
- Tinjau keterbatasan aktivitas,
seperti tidak melakukan aktivitas yang mengeluarkan tenaga berat sampai
pemeriksaan pertama dilakukan dengan pemberi asukan
- Hindari melakukan aktivitas berat dalam
cuaca panas dan menghentikan aktivitas jika timbul nyeri dada.
- Peringatkan untuk tidak melakukan
aktivitas isometric, maneuver valsava, dan aktivitas yang mengharuskan lengan
diposisikan di atas kepala.
- Tinjau tanda dan gejala yang
memerlukan penurunan aktivitas.
- Tekankan pentingnya menghubungi
dokter jika terjadi nyeri dada, terjadi perubahan dalam pola angina, atau
jika gejala lain terjadi kembali.
- Tekankan pentingnya melaporkan
terjadinya demam terkait dengan nyeri dada yang menyebar atau atipikal
(pleura, pericardium), dan nyeri sendi.
- Dorong klien dan orang dekat untuk
berbagi kekhawatiran dan perasaan.
|
Referensi
Bender
J, Russel K, Rosenfeld E, Chaundry S. 2010. Oxford
American Handbook Cardiology.
New York : Oxford. h : 256- 60.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K.,
Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom:
Elsevier
Dosen Keperawatan
Medikal Bedah. 2017. Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta:
EGC
Hicks
KA, Hung HMJ, Mahaffey KW, Mehran R, Nissen SE, Stockbridge NL, Targum
SL,Temple R. 2010. Standardized
defininitions for NCEP in cardiovascular trials. 20:1-37.
Irmalita
dan Juzar, D., 2008. Sindrome Koroner
Akut, dalam: Penyakit Kardiovaskular. Badan penerbit FKUI, Jakarta, hal.
321–325
Kroll,
K; Bukowski, TR; Schwartz, LM; Knoepfler, D and Bassingthwaighte, JB Capillary
endothelial transport Lipoprotein ”, American
Journal of physiology.2007. h: 420- 31.
Lily
Leonard S. 2009. Acute Coronaryn Syndrome
of Heart Discase 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins h
: 70-90
Moorhead,
S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United
Kingdom: Elsevier
NANDA
International. 2015. Nursing Diagnoses.
Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY
Blackwell
Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PDSKI). 2016. Pedoman Tatalaksana Pencegahan
Penyakit Kardiovaskular Pada Perempuan. Diunduh dari :
http://www.inaheart.org/upload/file/Women_Guideline-Fix(5).pdf
No comments:
Post a Comment