ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
TUBERKULOSIS PARU
Ns. EDY SANTOSO, M.Kep
A.
KONSEP TEORI
1.
Pengertian
Tuberkulosis
paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasaldari tuberkel yang berarti tonjolan
kecildan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. TB paru ini bersifat menahun dan secara khas
ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. TB paru
dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara.
Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan karena
kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang paru,
akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
Tuberkulosis
atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak
(droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yangrentan (Ginanjar, 2008).
Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan
batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA
(bakteritahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya
sekitar 2 – 4 μm dan lebar 0,2 – 0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar
bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan (Ginanjar, 2010).
2.
Etiologi
Sumber
penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA positif pada
waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandungkuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman Tuberkulosis masuk
ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang
terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
3.
Patofisiologi
Tempat
masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis
adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan reaksi
inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun
tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti
oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala Pneumonia akut.
Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit
atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 –20
hari.
Nekrosis
bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi
primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di
sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon
yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut
yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi
primer paru-paru dinamakan fokus Ghondan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga
serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi
ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan
tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis
terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem
pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal
nafas, sedang diluarsistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis
serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).
4.
Klasifikasi tuberculosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan
tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi
penyakit Tuberkulosis paru:
a. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak,
TBC Paru dibagi dalam:
1)
Tuberkulosis
Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis
paru BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak
SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen
dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
2)
Tuberkulosis
Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran Tuberculosis aktif.
TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
b. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan
pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1)
TBC
ekstra-paru ringan
Misalnya: TBC kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2)
TBC
ekstra-paru berat
Misalnya: meningitis, millier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang,
TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
c. Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah
diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberculosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3) Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten
ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form
TB.09).
4) Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
5.
Manifestasi klinis
Tanda
dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak
adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah:
a. Demam
terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk,
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan
sputum)
c. Sesak
nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
d. Nyeri
dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
keringat di waktu di malam hari.
6.
Komplikasi
Komplikasi
dari TB paru adalah:
a. Pleuritis
tuberkulosa
b. Efusi
pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
c. Tuberkulosa
milier.
d. Meningitis
tuberkulosa
7.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
yang dilakukan pada penderita TB paru adalah:
a. Pemeriksaan
Diagnostik
b. Pemeriksaan
sputum
Pemeriksaan
sputum sangat penting karena dengan diketemukannya kuman BTA diagnosis
tuberculosis sudah dapat dipastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu:
dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila
satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada
pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik
BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen
(Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri taham asam.
d. Skin
test (PPD, Mantoux)Hasil tes mantaoux dibagi menjadi:
1)
Indurasi 0-5 mm (diameternya)
maka mantoux negative atau hasil negative
2)
Indurasi 6-9 mm (diameternya)
maka hasil meragukan
3)
Indurasi 10-15 mm yang
artinya hasil mantoux positif
4)
Indurasi lebih dari 16 mm
hasil mantoux positif kuat
5)
Reaksi timbul 48-72 jam
setelah injeksi antigen intrakutanberupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.
e. Rontgen
dada
Menunjukkan
adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi
primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembanganTuberkulosis
meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan
histology/kultur jaringan
Positif
bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
g. Biopsi
jaringan paru
Menampakkan
adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.
h. Pemeriksaan
elektrolit
Mungkin
abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa
gas darah (AGD)
Mungkin
abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j. Pemeriksaan
fungsi paru
Turunnya
kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara
pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi
parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis)
8.
Penatalaksanaan
a. Pengobatan TBC ParuPengobatan tetap dibagi
dalam dua tahap yakni:
1)
Tahap
intensif (initial), dengan memberikan
4–5 macam obat anti TB per hari dengan tujuanmendapatkan konversi sputum dengan
cepat (efek bakterisidal), menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit
lebih lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat.
2)
Tahap
lanjutan (continuation phase), dengan
hanya memberikan 2 macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan
bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis
diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33–50 kg dan lebih dari
50 kg. Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya
kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap
sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai
paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA
dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol
terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi
pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan
sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh. Berdasarkan
berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 –50 kg dan lebih dari 50 kg.
Kemajuan
pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (hilangnya keluhan, nafsu makan
meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan radiologis
paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung
dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8
bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan pada
permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap pemeriksaan
radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi pengobatan. Bila
fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai
dokumentasi untuk perbandingan bila nantsi timbul kasus kambuh.
b. Perawatan
bagi penderita tuberculosis
Perawatan
yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah:
1)
Awasi penderita minum obat, yang
paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2)
Mengetahui adanya gejala efek
samping obat dan merujuk bila diperlukan
3)
Mencukupi kebutuhan gizi seimbang
penderita
4)
Istirahat teratur minimal 8 jam per
hari
5)
Mengingatkan penderita untuk periksa
ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan enam
6)
Menciptakan lingkungan rumah dengan
ventilasi dan pencahayaan yang baik
c. Pencegahan
penularan TBC
Tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
1)
Menutup
mulut bila batuk
2)
Membuang
dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi
lisol
3)
Makanmakanan
bergizi
4)
Memisahkan
alat makan dan minum bekas penderita
5)
Memperhatikan
lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
6)
Untuk
bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)
9.
Dampak Tuberkulosis Paru
Penyakit Tuberkulosis paru merupakan
salah satu penyakit yang sangat mempengaruhi kehidupan individu. Dampak Tuberkulosis
paru antara lain:
a. Terhadap individu
1)
Biologis
Adanya kelemahan fisik secara umum,
batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi
2)
Psikologis
Biasanya klien mudah tersinggung,
marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan.
3)
Sosial
Adanya perasaan rendah diri oleh
karena malu dengan keadaan penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi
dirinya.
4)
Spiritual
Adanya distress spiritual yaitu
menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh juga menganggap penyakitnya
yang manakutkan.
5)
Produktifitas
menurun oleh karena kelemahan fisik.
b. Terhadap keluarga
1)
Terjadinya
penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurangpengetahuan dari
keluarga terhadap penyakitTB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan
pengobatan dan upaya pencegahan penularan penyakit.
2)
Produktifitas
menurun.
Terutama bila mengenai kepala keluarga
yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya
hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.
3)
Psikologis
Peran keluarga akan berubah dan diganti
oleh keluarga yang lain
4)
Sosial
Keluarga merasa malu dan mengisolasi
dirikarena sebagian besar masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru.
c. Terhadap masyarakat
1) Apabila penemuan kasus baru TB Paru
tidak secara dini serta pengobatan Penderita TB Paru positif tidak teratur atau
droup out pengobatan maka resiko
penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara penularan penyakit
TB Paru.
2) Lima langkah strategi DOTS adalah
dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus
diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan
harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada sistem
pencatatan/pelaporan.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
1)
Pada
infeksi primer
-
Kemungkinan
asimptomatik setelah periodeinkubasi 4 – 8 minggu
-
Kelemahan
dan keletihan
-
Anoreksia,
penurunan berat badan
-
Demam
derajat rendah
-
Berkeringat
malam hari
2)
Pada
infeksi yang teraktivasi
-
Nyeri
dada
-
Batuk
produktif dengan sputum yang mengandung darah, atau mukopurulen, atau berwarna
darah
-
Demam
derajat rendah.
b.
Temuan pemeriksaan fisik
-
Bunyi
pekak di area yang sakit
-
Crekle,
krepitasi
-
Bunyi
nafas bronkial
-
Mengi
-
Bising
pectorilequy
2.
Diagnose Keperawatan dan Rencana
Asuhan Keperawatan
Diagnosis Keperawatan
NANDA
|
Hasil Yang Dicapai
NOC
|
Intervensi
NIC
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
yang berhubungan dengan:
□ Infeksi
□ Mucus berlebihan; eksudat di dalam
alveoli (edema trakea atau faring)
|
Status
pernafasan: patensi jalan nafas
- Mempertahankan patensi jalan napas
- Mengeluarkan sekresi tanpa bantuan
- Mendemonstrasikan perilaku untuk
meningkatkan atau mempertahankan
bersihan jalan napas
- Berpartisipasi dalam regimen terapi,
dalam tingkat kemampuan dan situasi
- Mengidentifikasi kemungkinan komplikasi
dan memulai tindakan yang tepat.
|
Manajemen
jalan napas:
Independent
- Kaji fungsi pernapasan, seperti
suara napas, kecepatan, irama, dan kedalaman pernapasan, serta penggunaan
otot aksesoris pernapasan.
- Catat kemampuan untuk mengeluarkan
mucus dan melakukan batuk secara efektif; dokumentasikan karakter dan jumlah
sputum dan keberadaan hemoptysis.
- Letakkan klien dalam posisi
semi-fowler atau Fowler tinggi. Bantu klien untuk batuk dan melakukan napas
dalam.
- Bersihkan sekresi dari mulut dan
trakea; lakukan pengisapan sesuai kebutuhan.
- Pertahankan asupan cairan
minimal2500 mL/hari kecuali dikontraindikasikan.
Kolaboratif
-
Lembabkan
oksigen yang diinspirasi/dihirup
-
Beri
medikasi sesuai indikasi, mis.: agens mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid.
|
Gangguan
pertukaran gas yang
berhubungan dengan:
□ Ketidakseimbangan ventilasi:perfusi
□ Perubahan membrane kapiler alveolar
|
Status
pernapasan: pertukaran gas
- Melaporkan tidak terjadi dyspnea
atau dyspnea berkurang
- Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA berada dalam
kisaran yang dapat diterima.
- Terbebas dari gejala distress
pernapasan.
|
Pemantauan
pernapasan:
Independent
-
Kaji
dyspnea, takipnea, suara napas abnormal, peninkatan upaya pernapasan,
keterbatasan ekspansi dinding dada, dan keletihan.
-
Evaluasi
adanya perubahan mental
-
Catat
sianosis atau perubahan arna kulit, termasuk membrane mukosa dan bantalan
kuku.
-
Demonstrasikan
dan dorong pernapasan dengan mendorong bibir selama ekshalasi, terutama untuk
klien fibrosis atau klien yang mengalami destruksi/ penghancuran parenkim.
-
Tingkatkan
tirah baring, atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan.
Kolaboratif
-
Pantau
GDA serial dan oksimetri nadi
-
Beri
oksigen tambahan sesuai kebutuhan.
|
Risiko
infeksi
Factor risiko:
□ Ketidakadekuatan pertahan primer:
penurunan kerja silia, statis cairan tubuh
□ Kurang pengetahuan untuk menghindari
pajanan terhadap pathogen
□ Malnutrisi
□ Pajanan lingkungan terhadap pathogen
□ Penghancuran jaringan, (perluasan
infeksi)
□ Respons inflamasi ditekan
|
Control
risiko: proses infeksi
- Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah atau mengurangi risiko penyebaran infeksi
- Mendemonstrasikan teknik dan memulai
perubahan gaya hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan.
|
Control
infeksi:
Independent
-
Kaji
patologi penyakit—fase aktif atau inaktif
-
Identifikasi
orang lain yang berisiko seperti anggota rumah tangga, orang dekat dan teman
-
Instruksikan
klien untuk batuk, bersin dan mengeluarkan secret ke tissue dan menahan diri
untuk tidak meludah. Tinjau pembuangan tissue yang benar dan teknik mencuci
tangan yang baik. Minta klien untuk mendemonstrasikan ulang.
-
Tinjau
keharusan tindakan untuk mengendalikan infeksi, seperti isolasi pernapasan
secara sementara.
-
Pantau
suhu tubuh, sesuai indikasi
-
Identifikasi
factor risiko individual untuk reaktivasi tuberculosis, seperti penurunan
resistensi yang berhubungan dengan alkoholisme, malnutrisi, bedah pintas
intestinal/usus, penggunaan obat imunosupresan (menekan imun), adanya
diabetes mellitus atau kanker, atau pascapartum.
-
Tekankan
pentingnya terapi obat yang tidak terputus. Evaluasi potensi klien untuk
bekerja sama
-
Tinjau
pentingnya tindak lanjut dan kultur sputum ulang secara periodic selama
durasi terapi
-
Dorong
pemilihan dan makan makanan seimbang. Beri makanan kudapan dalam porsi kecil
namun sering sebagai pengganti makanan besar jika tepat.
Kolaboratif
-
Beri
agens anti infeksi sesuai indikasi, mis, obat primer: OAT
-
Pantau
study laboratorium: Hasil apus sputum, fungsi hati
-
Beri
tahu layanan kesehatan lokal
|
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan:
□ Factor biologis: sering batuk dan
produksi sputum, dyspnea
□ Keletihan
□ Keuangan yang tidak mencukupi
|
Status
nutrisional:
- Mendemonstrasikan pertambahan berat
badan progresif dengan normalisasi nilai laboratorium
- Memulai perubahan perilaku atau gaya
hidup untuk memperoleh kembali dan mempertahankan berat badan yang tepat.
|
Manajemen
nutrisi:
Independent
-
Dokumentasikan
status nutrisional klien saat masuk RS, catat turgor kulit, berat badan saat
ini dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan
untuk menelan, keberadaan tonus usus besar dan riwayat mual, muntah, atau
diare.
-
Pastikan
pola diet klien yang biasa dan apa yang disukai dan tidak disukai
-
Pantau
asupan dan haluaran (I&O) dan berat badan secara periodic
-
Investigasi
anoreksia, mual, dan muntah. Catat kemungkinan korelasi dengan medikasi. Pantau
frekuensi, volume, dan konsistensi feses
-
Dorong
dan beri periode istirahat yang sering
-
Beri
perawatan oral sebelum dan setelah terapi pernapasan
-
Dorong
makan dalam porsi sedikit namun sering dengan makananTKTP
-
Dorong
orang dekat untuk membawa makanan dari rumah dan berbagi makanan dengan klien
kecuali dikontraindikasikan.
Kolaboratif
-
Rujuk
ke ahli gizi/nutrisi untuk penyesuaian dalam komposisi diet
-
Konsultasi
dengan terapi pernapasan untuk menjdawalkan terapi 1 – 2 jam sebelum atau
setelah makan.
-
Pantau
studi laboratorium seperti: BUN, protein serum, albumin
|
Referensi
Brunner
dan Suddarth. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner,
C. M. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier
Dosen Keperawatan Medikal Bedah.
(2017). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC
Kowalak.
(2011). Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC
Moorhead,
S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United
Kingdom: Elsevier
NANDA
International. (2015). Nursing Diagnoses.
Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY
Blackwell
Padila.
(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jogjakarta: Nu Med
Werdhani, R. A. (2011). Patofisiologi, Diagnosis dan
Klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga, FKUI. Diunduh: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti
/material/ patodiagklas.pdf.
No comments:
Post a Comment