ASUHAN KEPERAWATAN KLEIN DENGAN PNEUMONIA
Ns. EDY SANTOSO, M.Kep
A. KONSEP
DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Pneumonia adalah
peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, parasite. Pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik
seperti suhu atau radiasi (Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan
infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur,
bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, dan bisa juga disebabkan
pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia disebabkan oleh Bakteri Streptococcus
dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia yaitu
Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytialvirus (RSV) dan
para influenza (Athena & Ika, 2014).
2. Etiologi
Menurut Padila (2013)
etiologi pneumonia:
a.
Bakteri
Pneumonia bakteri
didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti: Streptococcus
pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa
b.
Virus
Disebabkan virus
influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama pneumonia virus ini
yaitu Cytomegalovirus.
c.
Jamur
Disebabkan oleh jamur
hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung spora dan ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d.
Protozoa
Menimbulkan
terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada pasien yang
mengalami immunosupresi (Reeves, 2011). Penyebaran infeksi melalui droplet dan
disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu
stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai
riwayat penyakit kronis.
Selain diatas penyebab
terjadinya pneumonia yaitu dari Non mikroorganisme:
a.
Bahan kimia.
b.
Paparan fisik seperti suhu
dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
c.
Merokok.
d.
Debu, bau-bauan, dan polusi
lingkungan (Ikawati, 2016).
3. Klasifikasi
Menurut pendapat Amin
& Hardi (2015)
a.
Berdasarkan anatomi:
1) Pneumonia
lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus paru. Disebut
pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
2) Pneumonia
lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya.
3) Pneumoniainterstitial,
proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar dan interlobular.
b.
Berdasarkan inang dan
lingkungan
1) Pneumonia
komunitas
Terjadi pada pasien
perokok, dan mempunyai penyakit penyerta kardiopulmonal.
2) Pneumonia
aspirasi
Disebabkan oleh bahan
kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat aspirasi cairan dari cairan
makanan atau lambung.
3) Pneumonia
pada gangguan imun
Terjadi akibat proses
penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme seperti
bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur dan cacing.
4. Patofisiologi
Menurut pendapat
Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui
saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah Bakteri
masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang
kaya protein.
Kuman pneumokokusus
dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit dan leukosit
mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru
menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun
sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru
tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke
alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus Sehingga membran dari
alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses
difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa
oleh darah.
Secara klinis
penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada
alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunan
kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya
kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan yang
dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen
maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada di paru akan menyebar ke bronkus
sehingga terjadi fase peradangan lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga
timbul reflek batuk.
5. Manifestasi
klinis
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme
penebab dan penyakit pasien (Brunner & Suddarth, 2011).
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat
berlanjut menjadi demam (38,5 o C sampai 40,5 o C).
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin
berat ketika bernapas dan batuk.
c. Pasien yang sakit parah mengalami
takipnea berat (25 sampai 45 kali pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea
ketika disangga.
d. Nadi cepat dan memantul, dapat
meningkat 10 kali/menit per satu derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius).
e. Bradikardi relativ untuk tingginya
demam menunjukkan infeksi virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme
Legionella.
f. Tanda lain: infeksi saluran napas
atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam
faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan.
g. Pneumonia berat: pipi memerah, bibi
dan bantalan kuku menunjukkan sianosis sentral.
h. Sputum purulent, bewarna seperti
katar, bercampur darah, kental, atau hijau, bergantung pada agen penyebab.
i. Nafsu makan buruk, dan pasien
mengalami diaphoresis dan mudah lelah.
j. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga
bergantung pada kondisi utama pasien (misal, yang menjalani terapi
imunosupresan, yang menurunkan resistensi terhadap infeksi.
6. Komplikasi
Komplikasi pneumonia
meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, effusi pleura, empyema, abses paru,
dan bacteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang
menyebabkan meningitis, endocarditis, dan pericarditis (Paramita 2011).
7. Pencegahan
Pencegahan pneumonia
yaitu menghindari dan mengurangi faktor resiko, meningkatkan pendidikan kesehatan,
perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam diagnosis dan penatalaksanaan
pneumonia yang benar dan efektif (Said, 2010).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk (2009) adalah:
a. Pemberian
antibiotik seperti: penicillin, cephalosporin pneumonia
b. Pemberian
antipiretik, analgetik, bronkodilator
c. Pemberian
oksigen
d. Pemberian
cairan parenteral sesuai indikasi.Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi
sehingga penanganannya pun akan disesuaikan dengan penyebab tersebut.
Selain itu,
pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang timbul
(Shaleh, 2013)
a. Bagi
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Dengan pemberian
antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit sampai benar-benar tidak lagi
muncul gejala pada penderita. Selain itu, hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum
tidak tampak adanya bakteri pneumonia (Shaleh, 2013).
1) Untuk
bakteri Streptococcus pneumonia dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua
vaksin yaitu pneumococcal conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan
untuk anak dibawah usia 2 tahun dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan
bagi orang dewasa. Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini
yaitu penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics
(Shaleh, 2013).
2) Untuk
bakteri Hemophilus influenza. Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga,
amoxillin dan clavulanicacid, fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin
oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim. (Shaleh, 2013).
3) Untuk
bakteri MycoplasmaDengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk
mycoplasma pneumonia, (Shaleh, 2013).
b. Bagi
pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama
dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak beristirahat dan pemberian
nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh. Sebab bagaimana pun juga
virus akan dikalahkan juka daya tahan yubuh sangat baik, (Shaleh, 2013).
c. Bagi
pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya
akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya. Hal yang paling penting
adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia (Shaleh, 2013).
9. Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Misnadiarly
(2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
a. Sinar
X
Mengidentifikasi
distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau infiltrate, empyema
(stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
b. GDA
Jika terdapat
penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung pada luas paru yang sakit.
c. JDL
leukositosis
Sel darah putih rendah
karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun.
d. LED
meningkat
Terjadi karena
hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.
B. ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
- Pneumonia bacterial: awitan mendadak
nyeri dada pleuritik, batuk, produksi sputum purulent, menggigil.
- Pneumonia virus: Batuk kering, gejala
konstitusional, demam.
- Pneumonia aspirasi: Demam, penurunan
berat badan, malaise.
b.
Temuan pemeriksaan fisik
- Demam
- Produksi sputum
- Pekak pada area yang terkena
- Cracle, mengi, atau ronchi
- Penurunan bunyi nafas
- Penurunan fremitus
- Takipnea
- Penggunaan otot aksesoris.
2.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnose Keperawatan
NANDA
|
Hasil Yang dicapai
NOC
|
Intervensi
NIC
|
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yang berhubungan dengan:
□
Eksudat
di dalam alveoli
□
Infeksi
–---- (inflamasi bronchial tracheal, pembentukan edema); PPOK
|
Status pernafasan: patensi jalan
nafas.
-
Mengidentifikasi
dan mendemonstrasikan perilaku untuk mencapai bersihan jalan nafas
-
Menunjukkan
kepatenan jalan nafas dengan suara nafas bersih dan tidak ada dyspnea dan
sianosis
|
Manajemen
jalan nafas
Independent
-
Kaji
kecepatan dan kedalaman pernafasan dan pergerakan dada. Pantau gagal nafas,
mis: sianosis dan takipnea berat.
-
Auskultasi
bidang paru, catat area penurunan atau ketiadaan aliran udara dan suara nafas
tambahan, seperti crecles dan mengi.
-
Tinggikan
kepala tempat tidur; ubah posisi dengan sering
-
Bantu
klien untuk selalu melakukan latihan nafas dalam
-
Lakukan
pengisapan (suction), sesuai indikasi
-
Dorong
cairan minimal 2500 mL per hari kecuali dikontraindikasikan, sebagaimana
dalam gagal jantung. Tawarkan cairan hangat, dan bukan dingin.
Kolaboratif
-
Bantu
dan pantau efek terapi nebulizer dan fisioterapi pernafasan lain.
-
Beri
medikasi sesuai indikasi, mis: mukolitik, ekspectoran, bronchodilator, dan
analgesic
-
Beri
cairan tambahan seperti cairan iv, oksigen yang dihumidifikasi, dan
humidifikasi ruangan
-
Pantau
foto ronsen dada berkala, GDA, dan oksimetri nadi.
|
Gangguan pertukaran gas yang
berhubungan dengan:
□ Ketidakseimbangan ventilasi –
perfusi
□ Perubahan membrane alveolar kapiler
|
Status pernafasan: pertukaran gas
-
Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam kisaran yang
dapat diterima klien dan tidak ada gejala distress pernafasan.
-
Berpartisipasi
dalam tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
|
Pemantauan
pernafasan:
Independent
- Kaji frekuensi, kedalaman, dan
kemudahan pernafasan
- Observasi warna kulit, membrane
mukosa, dan bantalan kuku, perhatikan terjadinya sianosis perifer atau
sianosis sentral.
- Kaji status mental
- Pantau frekuensi dan irama jantung
- Pantau suhu tubuh. Bantu tindakan
kenyamananuntuk mengurangi demam atau menggigil seperti mengatur suhu
ruangan, memberi selimut.
- Pertahankan tirah baring. Dorong
penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan.
- Tinggikan kepala dan dorong
perubahan posisi dengan sering, pernafasan dalam, dan batuk efektif
- Kaji tingkat ansietas. Dorong
verbalisasi masalah/kekhawatiran dan perasaan, jawab pertanyaan dengan jujur.
Kunjungi dengan sering dan atur orang dekat dan orang yang menjenguk klien
untuk tinggal menemaniklien sesuai indikasi.
- Pantau perburukan kondisi,
perhatikan hipotensi, banyaknya sputum
yang berwarna merah muda atau berdarah, pucat, sianosis, perubahan
tingkat kesadaran, dyspnea berat, dan kegelisahan.
Kolaboratif
- Pantau GDA dan oksimetri nadi
- Persiapkan dan pindahkan ke unit
kritis jika diindikasikan
Terapi
oksigenasi
- Beri terapi oksigen dengan cara yang
tepat, mis: nasal prong, masker, masker venture
|
Risiko infeksi
Factor risiko:
□ Ketidakadekuatan pertahanan
primer—penurunan kerja silia, statis cairan tubuh (sekresipernafasan)
□ Ketidakadekuatan pertahan
sekunder—(infeksi yang sudah ada), imunosupresi, penyakit kronis, malnutrisi.
|
Keparahan
infeksi:
Mencapai resolusi infeksi terbaru
secara tepat waktu tanpa komplikasi
Control
risiko: proses infeksi
Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah dan mengurangi risiko serta penyebaran infeksi sekunder
|
Control
infeksi
Independent:
- Pantau tanda vital dengan ketat,
terutama selama permulaan terapi
- Instruksikan klien mengenai disposisi
sekresi (mis. Menaikkan dan mengeluarkan sekresi versus menelan), dan
melaporkan perubahan dalam warna, jumlah, dan bau sekresi.
- Mendemonstrasikan dan mendorong
mencuci tangan yang baik. Ubha posisi dengan sering dan berikan pembersihan
paru yang baik.
- Lakukan teknik pengisapan yang benar
untuk klien yang diventilasi dengan tepat
- Batasi orang yang berkunjung jika
diindikasikan
- Lakukan tindakan kewaspadaan isolasi
yang tepat secara individual (mis: masker dan sarung tangan, kemungkinan jubbah),
selama kontak dengan klien.
- Dorong istirahat yang adekuat
diimbangi dengan aktivitas moderat/sedang
- Tingkatkan asupan nutrisi yang
adekuat.
- Pantau efektifitas terapi
antimikroba
- Investigasi perubahan atau
perburukan kondisi secara mendadak, seperti peningkatan, seperti peningkatan
nyeri dada, suara jantung ekstra, perubahan sensori, kekambuhan demam,
danperubahan karakteristik sputum.
Kolaboratif:
- Beri antimikroba sesuai indikasi.
|
Intolerans aktivitas yang
berhubungan dengan:
□
Kelemahan
umum
□
Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
|
Toleransi
aktivitas:
Melaporkan dan mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas tanpa adanya dyspnea dan keletihan yang
berlebihan, dengan tanda vital berada dalam kisaran yang dapat diterima
klien.
|
Manajemen
energy:
Independent
- Evaluasi respons klien terhadap
aktivitas. Catat laporan dyspnea, peningkatan kelemahan dan keletihan, dan
perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
- Beri lingkungan yang tenang dan
batasi orang yang menjenguk klien selama fase akut, sesuai indikasi. Dorong penggunaan
manajemen/penatalaksanaan stress dan aktivitas pengalihan secara tepat.
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam
rencana terapi dan kebutuhan untuk menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
- Bantu klien mengambil posisi nyaman
untuk istirahat dan tidur.
- Bantu aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan.
|
Nyeri akut yang berhubungan dengan:
□ Agen pencedera fisik: batuk
persisten
□ Agen pencedera biologis: inflamasi
parenkim paru, reaksi seluler terhadap toksin yang bersirkulasi.
|
Level
nyeri:
-
Mengungkapkan
peredaan atau control nyeri
-
Menunjukkan
perilaku relaks, istirahat, tidur, dan terlibat dalam aktivitas secara tepat
|
Manajemen
nyeri:
Independent
- Tentukan karakteristik nyeri,
seperti tajam, konstan, dan menusuk. Investigasi perubahan karakter, lokasi,
dan intensitas nyeri.
- Pantau tanda vital
- Beri tindakan kenyamanan, seperti
gosok punggung, perubahan posisi, mendengarkan music, atau percakapan lembut.
Dorong penggunaan relaksasi dan latihan pernafasan.
- Tawarkan perawatn kebersihan oral
dengan sering
- Instruksikan dan bantu klien dalam
teknik membebat dada selama episode batuk.
Kolaboratif
- Beri analgesic dan antitusif sesuai
indikasi.
|
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan factor biologis—peningkatan kebutuhan
metabolic (demam, proses infeksi, distensi abdomen dan gas (menelan udara
selama episode dyspnea)
|
Status
nutrisi:
-
Mendemonstrasikan
peningkatan nafsu makan
-
Mempertahankan
atau memperoleh kembali berat badan yang diinginkan.
|
Manajemen
nutrisi:
Independent
- Identifikasi factor-faktor yang
berkontribusi pada ketidakmampuan untuk makan, seperti dyspnea berat, nyeri,
mual dan muntah, sputum yang banyak, atau terapi pernafasan.
- Beri wadah tertutup untuk sputum dang
anti dengan sering. Bantu dan dorong kebersihan oral setelah emesis/muntah,
setelah terapi aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
- Jadwalkan terapi pernafasan minimal
1 jam sebelum makan. Auskultasi suara nafas. Pantau dan palpasi sistensi
abdomen.
- Beri makanan dalam porsi sedikit
namun sering, termasuk makanan kering, seperti biscuit atau roti bakar, dan
makanan menarik selera klien.
- Evaluasi status nutrisi secara umum
- Timbang berat badan secara teratur.
Kolaboratif
- Bantu terapi kondisi yang mendasari
gangguan
- Konsultasi dengan ahli gizidan tim
nutrisi.
|
Risiko kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan:
□ Kehilangan berlebihan melalui rute
oral (mis, demam, diaphoresis hebat, pernafasan melalui mulut,
hiperventilasi).
□ Penyimpangan yang mempengaruhi
asupan cairan.
|
Keseimbangan
cairan:
-
Mendemonstrasikan
keseimbangan keseimbangan cairan yang dibuktikan dengan parameter individual
yang tepat, seperti membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian
kapiler tepat, dan tanda vital stabil.
|
Penatalaksanaan
cairan:
Independent
- Kaji perubahan tanda vital, seperti
peningkatan suhu tubuh, demam berkepanjangan, takikardi, dan hipotensi
ortostatik.
- Kaji turgor kulit, kelembaban membrane
mukosa—bibir dan lidah
- Catat laporan mual dan muntah
- Pantau asupan caira (I/O),
perhatikan warna dan karakteristik urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai
kehilangan cairan yang tidak dirasakan.
- Dorong cairan minimal 3000 mL
perhari atau yang tepat secara individual
Kolaboratif
- Beri medikasi, sesuai indikasi,
seperti antipiretik, antiemetic
- Beri cairan iv tambahan jika
diperlukan.
|
Referensi
Amin,
Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda,
Nic, Noc. Jogjakarta: Medi
Action.
Athena, A dan
Ika Dharmayanti. (2014). Pneumonia
pada Anak Balita di Indonesia,
Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional 2014, Vol.
8
Brunner
dan Suddarth. (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner,
C. M. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier
Djojodibroto,
Darmanto. (2014). Respirologi.
Jakarta: EGC
Dosen Keperawatan Medikal Bedah.
(2017). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC
Ikawati, Z.
(2016). Penyakit
Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.
Yogyakarta: Bursa Ilmu
Moorhead,
S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United
Kingdom: Elsevier
NANDA
International. (2015). Nursing Diagnoses.
Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY
Blackwell
Padila.
(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jogjakarta: Nu Med
Reeves, Charlene J. et al. (2011). Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sujono, R & Sukarmin. (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
No comments:
Post a Comment