ASKEP
KLIEN DENGAN TRAUMA THORAKS
Ns.
EDY SANTOSO, M.Kep
A. Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera fisik
lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker,
2001).
Trauma dada adalah abnormalitas
rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai
tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik
oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan
(Suzanne & Smetzler, 2002)
Trauma thoraks adalah luka atau
cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma
thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang
sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Suzanne & Smetzler, 2002).
B. Etiologi
Trauma dada dapat disebabkan oleh:
1.
Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada,
penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan
pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
2.
Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan
tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang terjadi sebagai sequele dari PPOM.
3.
Tusukan paru dengan prosedur invasif (mis. Pemasangan kateter vena sentral (CVP).
4.
Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan
kendaraan atau tertimpa benda berat.
6.
Fraktur tulang iga
7.
Tindakan medis (bedah thoraks)
8.
Pukulan daerah torak.
C. Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Trauma
tajam
a.
Pneumothoraks
terbuka
b.
Hemothoraks
c.
Trauma
tracheobronkial
d.
Contusio
Paru
e.
Ruptur
diafragma
f.
Trauma
Mediastinal
2.
Trauma
tumpul
a.
Tension
pneumothoraks
b.
Trauma
tracheobronkhial
c.
Flail
Chest
d.
Ruptur
diafragma
e.
Trauma
mediastinal
f.
Fraktur
kosta
D. Prognosis
1.
Open
Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada
hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat
sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound). Apabila luban ini
lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih
mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak
nafas yang hebat
2.
Tension
Pneumothorak
Pneumothoraks merupakan penumpukan
udara dalam rongga pleura sehingga timbul kolaps parsial atau total paru
(Kowalak, 2003). Adanya udara di dalam cavum pleura mengakibatkan tension
pneumothoraks. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara
akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan:
a.
Paru
sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b.
Mediastinum
akan terdorong dengan akibat timbul syok
c.
Pada
perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangk
d.
Pada
auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3.
Hematothorak
Pada keadaan ini terjadi perdarahan
hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun
pada auskultasi.
4.
Flail
Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada
lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada
pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru
masuk ke dalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
5.
Tamponade
jantung
Luka tembus/tusuk jantung adalah
penyebab kematian utama pada daerah perkotaan.Tamponade jarang terjadi akibat
trauma tumpul.
E. Manifestasi
klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita
trauma dada:
1.
Tamponade
jantung:
a.
Trauma
tajam di daerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b.
Gelisah.
c.
Pucat,
keringat dingin.
d.
Peninggian
TVJ (tekanan vena jugularis).
e.
Pekak
jantung melebar.
f.
Bunyi
jantung melemah.
g.
Terdapat
tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h.
ECG
terdapat low voltage seluruh lead.
i.
Perikardiosentesis
keluar darah.
2.
Hematotoraks:
a.
Pada
WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b.
Gangguan
pernapasan.
3.
Pneumothoraks:
a.
Nyeri
dada mendadak dan sesak napas.
b.
Gagal
pernapasan dengan sianosis.
c.
Kolaps
sirkulasi.
d.
Dada
atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e.
Pada
auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
F. Pemeriksaan
diagnostic
1.
Anamnesa
dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah
mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan
stir mobil /air bag dan lain lain.
2.
Radiologi:
Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai
nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus
selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90%
kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto
toraks.
3.
Gas
Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai
pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa
dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP,
yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi
pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
4.
CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat
diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno
clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra
torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum
pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.
5.
Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan
esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada
dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera.
Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi
90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6.
EKG
(Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan
adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio
jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung. Angiografi Gold
Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta
pada trauma tumpul toraks.
7.
Hb
(Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan
kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
G. Penatalaksanaan
1.
Gawat Darurat/Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan
pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah
sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan
memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus
sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik.Bantuan
oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien.
Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan/tidak sadar maka
tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan:
a.
Pemeriksaan
dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali
mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu
jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. Setelah
jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink
dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan
napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head
tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver)
b.
Pemeriksaan
dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa
dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas,
dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan
sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan
menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c.
Pemeriksaan
dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup
kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta
kondisi perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda
tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup
yang mengenai/melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari
penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP
(Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan harus
diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d.
Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif
biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi
masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan
elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD,
hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
2.
Konservatif
a.
Pemberian
Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang
diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang
menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan
manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok
Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai
bagian organ jantung.
b.
Pemasangan
Plak/Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami
perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
c.
Jika
Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan
disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman
penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya
Ampisillin dengan dosis 500 mg 4 x sehari.
d.
Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya
diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan
tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.
e. Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup
lubang pada dinding dada ini sehingga open pneumothorax menjadi closed
pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan bersih. Harus segera ditambahkan
bahwa apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka
usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive
dressing) dapat mengkibatkan terjadinya tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah:
1) Menutup dengan
kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi
yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi
dalamnya supaya kedap udara).
2) Menutup dengan
kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dievaluasi paru.
Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus dibuka,
3) Pada luka yang
besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.
f. Tension
Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan
dekompresi “needle thoracosintesis”, yakni menusuk dengan jarum besar pada
ruang interncostal 2 pada garis midclavicularis. Terapi definitif dengan
pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris
dan misaxillaris.
g. Hemathorax
Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa
ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif. Terapi awal yang harus
dilakukan adalah penggantian volume darah yang dilakukan bersama dengan
dekompresi rongga pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil
bila didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah
terus menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.
h. Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat,
pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat
akibat kerusakan perenkim paru mungkin harus dilakukan ventilasi tambahan. Di
rumah sakit akan dipasang respirator apabila analisis gas darah menujukkan pO2
yang rendah atau pCO2 yang tinggi.
i. Tamponade
Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada
penderita temponade jantung tetapi tidak boleh menghambat untuk dilakukannya
resusitasi. Metode yang cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah
dilakukan pericardiosintesis (penusukan rongga perikardium) dengan jarum besar
untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan definitif adalah dilakukan
perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli bedah.
3.
Invasif / Operatif
a.
WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b.
Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang
digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
dalam waktu yang lama (Brunner dan Suddarth, 2002).
H. Komplikasi
1.
Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada
paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya udara
ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.Tanda-tanda khas:
penmbengkakan kaki, krepitasi.
2.
Cedera Vaskuler
Di antaranya
adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali.
Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang
akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
3.
Pneumothorak
Adanya udara
dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
4.
Pleura Effusion
Adanya udara,
cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila
kejadian mendadak maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah
yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda-tanda:
a.
Dypsnea sewaktu bergerak/kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
b.
Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c.
Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d.
Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas
normal).
5.
Flail Chest
Pada trauma
yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution
(gerakan pernafasan yang berlawanan)
6.
Hemopneumothoraks
Yaitu
penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
I.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian Primer
a. AIRWAY
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax. Walaupun gejala
klinis yang ada
kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera
laring yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat menyebabkan
dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi dari sendi sternoclavicular.
Penanganan trauma ini dapat menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma ini
diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda perubahan
kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan
terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan trauma ini paling
baik dengan reposisi
tertutup
fraktur dan jika perlu dengan intubasi endotracheal.
b. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan
penilaian breathing dan vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas
pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi, palpasi dan didengarkan.
Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan
frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan
lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita.
Jenis trauma yang mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama
primary survey.
c. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi
dan keteraturannya. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi
perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperatur.
Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension
pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya
disritmia harus dicurigai adanya trauma miokard.
2.
Pengkajian Sekunder – Pemeriksaan Head to Toe sesuai dengan pengkajian gawat darurat
a.
Riwayat
1) Pneumothoraks:
-
Kemungkinan
asimptomatik (pada pneumothoraks kecil)
-
Nyeri
dada pleuritik yang tajam dan mendadak
-
Nyeri
yang memburuk akibat pergerakan dada, bernafas, dan batuk
-
Nafas
pendek
2) Hemotoraks:
-
Baru
mengalami trauma
-
Baru
menjalanim pembedahan thoraks
-
Penyakit
metastasis
b.
Temuan
pemeriksaan fisik
1) Pneumotoraks:
-
Gerakan
dinding dada asimetris
-
Overekspansi
dan kekakuan pada area yang terkena
-
Kemungkinan
sianosis
-
Emfisema
subkutan
-
Hiperesonans
pada area yang terkena
-
Penurunan
atau tidak ada suara nafas pada sisi yang terkena
-
Penurunan
taktil fremitus pada area yang terkena.
2) Hemotoraks:
-
Takipnea,
warna kulit gelap
-
Diaphoresis
-
Hemoptysis
-
Gelisah
-
Ansietas
-
Sianosis
-
Stupor
-
Bagian
yang terkena dapat meluas dan kaku
-
Bagian
yang tidak terkena dapat meluas ketika nafas terengah-engah
-
Bunyi
redup pada bagian yang terkena
-
Penurunan
atau tidak adanya suara nafas pada bagian yang terkena
-
Gejala
terkait dengan trauma tumpul takikardia
-
Hipotensi.
c.
Pemeriksaan
diagnostic
1) Laboratorium
a)
Pneumotoraks:
analisis gas darah arteri menunjukkan hipksemia (normal: 75 – 100 mmHg)
b)
Hemotoraks:
- Analisis cairan pleura menunjukkan
hematocrit serum >50% (normal: pria 40 – 50%, wanita 35 – 46%)
- Analisa gas darah arteri menunjukkan
peningkatan parsial karbondioksida dan
penurunan tekanan parsial oksigen
- Kadar hemoglobin serum dapat
mengalami penurunan (normal: pria 13,5 – 18g/dL; wanita 12 – 16g/dL) tergantung
pada darah yang hilang.
2) Pencitraan
-
Pneumotoraks:
foto thoraks menunjukkan udara di rongga pleura dan kemungkinan pergeseran
mediastinum
-
Hemotoraks:
foto thoraks dan CT-scan toraks menunjukkan adanya hemotoraks dan perluasannya
serta membantu evaluasi terapi.
3) Prosedur diagnostic
-
Pneumotoraks:
Oksimetri nadi menunjukkan penurunan saturasi oksigen
-
Hemotoraks:
Torakosentesis menunjukkan adanya darah atau cairan serosanguinosa.
3.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnose
Keperawatan
NANDA
|
Hasil
yang dicapai
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Pola
nafas takefektif b.d kerusakan musculoskeletal; Nyeri-ansietas
|
Status pernafasan: Ventilasi
- Menetapkan
pola nafas yang normal dan efektif dengan ABG dalam kisaran normal
- Terbebas
dari sianosis dan tanda atau gejala hipksia lain.
|
Pemantauan pernafasan
- Identifikasi
etiologi atau factor presipitasi, seperti kolaps spontan, trauma, keganasan,
infeksi, dan komplikasi ventilasi mekanis
- Evaluasi
fungsi pernafasan, perhatikan pernafasan cepat atau dangkal, dyspnea, laporan
“lapar udara”, terjadinya sianosis, dan perubahan tanda vital.
- Pantau
pola nafas yang tidak singkron ketika menggunakan ventilator mekanis.
Perhatikan perubahan dalam tekanan jalan nafas.
- Auskultasi
suara nafas
- Catat
ekskursi dada dan posisi trachea.
- Kaji
fremitus
Bantuan ventilasi
- Bantu
klien membebat area nyeri saat batuk selama nafas dalam
- Pertahankan
posisi yang nyaman, terutama dengan kepala tempat tidur ditinggikan. Pindah
ke posisi yang terganggu. Dorong klien untuk duduk tegak sebanyak mungkin
- Pertahankan
sikap tenang, bantu klien untuk “melaksanakan control” dengan menggunakan
pernafasan yang lebih lambat dan lebih dalam.
Perawatan slang: dada
- Pastikan
tipe system drainase pada klien
- Setelah
selang dada dimasukkan: tentukan apakah digunakan drain dada yang disekat
dengan kering ataukah digunakan system yang disekat air
- Jika
system sekat air digunakan: periksa ruang control penghisap atau jumlah
isapan yang benar, sebagai mana ditentukan oleh tinggi air, dinding atau meja
regulator di tatanan yan g benar
- Periksa
ketinggian air di dalam ruangan yang disekat air, pertahankan pada ketinggian
yang diprogramkan
- Observasi
gelembung udara di dalam ruang yang disekat air
- Evaluasi
gelembung udara di ruang yang disekat air yang tidak normal atau kontinyu
- Tentukan
lokasi kebocoran udara (berpusat pada klien atau system) dengan mengklem
toraks, kateter tepat di bagian distal dari pintu keluar dari dada
- Klem
slang secara bertahap ke bawah ke arah unit drainase jika kebocoran udara
terus terjadi
- Segel
koneksi slang drainase dengan aman dengan plester yang cukup panjang atau
pita sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
- Pantau
ruang “tidaling” yang disekat air.
Catat apakah perubahan bersifat transien (sementara) atau permanen
- Posisikan
slang system drainase untuk fungsi yang optimal; misalnya memperpendek slang
atau membelitkan panjang slang yang berlebihkan pada tempat tidur, pastikan
selang tidak tertekuk atau tergantung lebih rendah dari point masuk ke wadah
drainase. Alirkan cairan yang terakumulasi sesuai kebutuhan
- Catat
karakter dan jumlah drainase slang dada, apakah slang hangat dan penuh darah
dan apakah rtingkat cairan darah dalam botol yang disekat air meningkat atau
tidak
- Evaluasi
kebutuhan untuk “memerah” slang dada dengan lembut sesuai protocol.
- Jika
kateter toraks dengan slang terlepas atau tercabut: pantau tanda distress
pernafasan.
- Bantu
dan persiapkan prosedur pengembangan kembali “reinflasi’; misalnya aspirasi
sederhana, katup himlich dan penempatan slang dada dengan unitdrainase slang
dada (chest tube drainage unit, CDU).
- Lakukan
foto ronsen dan tinjau serial foto ronsen dada setelah penempatan slang.
Bantuan ventilasi:
- Pantau
dan buat grafik seri GDA dan Oksimetri nadi. Tinjau kapasitas vital dan
pengukuran volume tidal, jika diindikasikan.
- Beri
oksigen tambahan via kanula, masker, atau ventilasi mekanik, sesuai indikasi.
- Beri
analgesic dan sedative, sesuai indikasi.
|
Risiko
asfiksi
Factor
risiko:
- Kurang
poengetahuan mengenai ketidakwaspadaan keamanan
- Proses
penyakit atau cedera (bergantung pada alat skternal (system drainase dada)
|
Control Risiko:
Mengenali
kebutuhan untuk mendapat dan mencari bantuan guna mencegah komplikasi.
|
Penyuluhan: prosedur/terapi
- Tinjau
bersama klien mengenai tujuan dan fungsi CDU, catat karakter keamanan
- Instrusikan
klien untuk tidak menindih atau menariok slang
- Identifikasikan
perubahan dan situasi yang harus dilaporkan ke pemberi asuhan, seperti
perubahan suara gelembung, “lapar udara” mendadak dan nyeri dada, serta
terlepasnya sambungan/koneksi peralatan.
Perawatan slang: dada
- Hubungkan
kateter toraks ke dinding dada dan berikan panjang slang ekstra sebelum
memindahkan atau menggerakkan klien.
- Fiksasi
tempat koneksi slang
- Beri
bantalan dengan kasa atau plester
- Fiksasi
unit drainase ke tempat tidur klien atau pada tiang infus atau kereta yang
diletakkan di area yang tidak banyak dilalui orang
- Beri
transportasi aman jika klien akan mengirim unit untuk tujuan diagnostic.
Sebelum memindahkan, periksa ruang yang disekat air untuk ketinggian cairan
yang tepat; dan keberadaan, derajat, serta waktu tidaling. Pastikan apakah
slang dada dapat diklem atau dilepaskan sambungannya dari sumber penghisap
- Pantau
tempat insersi thoraks, terhatikan kondisi kulit dan keberadaan serta
karakteristik drainase dari sekeliling kateter. Ganti dan pasang kembali
balutan oklusif sesuai kebutuhan
- Pantau
tanda-tanda distress nafas jika kateter toraks terlepas atau tercabut.
|
Risiko infeksi
Faktor risiko:
·
Penurunan kerja silia, statis cairan tubuh
·
Trauma jaringan, kulit robek, prosedur invasif
|
Keparahan infeksi
-
Mempertahankan
normotermia, terbebas dari tanda-tanda infeksi
-
Mencapai pemulihan
luka tepat waktu
|
Perlindungan dari infeksi:
- Beri perawatan yang cermat, bersih,
atau aseptic. Pertahankan mencuci tangan dengan baik
- Pantau area kerusakan integritas kulit
(luka, garis jahitan, tempat insersi selang invasive), perhatikan
karakteristik drainase dan keberadaan inflamasi.
- Pantau suhu secara rutin. Perhatikan
terjadinya menggigil, diaphoresis, dan perubahan mental.
- Dorong pernafasan dalam dan
pengeluaran pulmonal yang agresif. Pantau karakteristik sputum
- Dorong asupan cairan yang adekuat
- Pantau warna dan kejernihan urine.
Catat keberadaan bau urine yang tidak sedap.
- Batasi pengunjung
Kolaboratif:
- Beri antibiotic yang sesuai
- Ambil specimen sesuai indikasi.
|
Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (mis. amputasi, terpotong,
prosedur operasi, trauma)
|
·
Pain
Level,
·
pain
control,
·
comfort
level
□
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
□
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
□
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
□
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
□
Tanda
vital dalam rentang normal
□
Tidak
mengalami gangguan tidur
|
Pain Management
-
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
-
Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
-
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
-
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau
-
Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
-
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-
Kurangi faktor presipitasi nyeri
-
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
-
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
-
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: relaksasi, distraksi,
kompres panas/dingin
-
Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
-
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-
Tingkatkan istirahat
-
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
-
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
-
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
-
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
-
Cek riwayat alergi
-
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
-
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
-
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
-
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
-
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
-
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
-
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
|
Referensi:
Brooker,
C. (2001). Kamus Saku Keperawatan.
Jakarta: EGC
Bulechek, G. M., Butcher, H. K.,
Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom:
Elsevier
Dosen
Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta:
EGC
Krisanti P., Manurung
S., Suratun., Wartonah., Sumartini., Dalami E., Rohimah., Setiawati S. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:
Trans Info Media
Kowalak, J (2003). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Moorhead,
S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United
Kingdom: Elsevier
NANDA
International. (2015). Nursing Diagnoses.
Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY
Blackwell
Ovedoff
David. (2002). Kapita Selekta Kedokteran edisi
revisi. Jakarta: Binerupa Aksara
Smeltzer,
Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku
Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih
bahasa oleh AgungWaluyo...(dkk), EGC, Jakarta