Sunday, July 12, 2020
Friday, July 10, 2020
Friday, July 3, 2020
ASKEP KLIEN DENGAN RHEMATOID ARTRITIS APILKASI NANDA, NOC, NIC
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
RHEMATOID ARTHRITIS
Ns.
EDY SANTOSO, M.Kep
A. KONSEP PENYAKIT
1.
Pengertian
Kata arthritis berasal dari dua kata
Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti
peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan Reumatoid
arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Engram (1998) mengatakan bahwa,
Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis
dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial. Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan
tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).
Reumatoid arthritis adalah gangguan
autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone &
Burke, 2001). Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang
tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam
membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas
lebih lanjut (Susan Martin Tucker.2003).
Artritis Reumatoid (AR) adalah
kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari
persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi,
penurunan mobilitas, dan keletihan(Diane C. Baughman. 2000)
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan
penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem
kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada
sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang
ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta
atrofi otot dan penipisan tulang. Umumnya penyakit ini menyerang pada
sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita
stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa demam,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan Diperkirakan kasus
Rheumatoid Arthritis diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1%
sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.
2.
Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan
reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
a.
Reumatoid
arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
b.
Reumatoid
arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
c.
Probable
Reumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
d.
Possible
Reumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
Jika
ditinjau dari stadium penyakit, terdapat 3 (tiga) stadium yaitu:
a.
Stadium
sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b.
Stadium
destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi
tendon.
c.
Stadium
deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap
3.
Etiologi
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui,
tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor:
a.
Mekanisme
IMUN (Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor Reumatoid
b.
Gangguan
Metabolisme
c.
Genetik
d.
Faktor
lain: nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial) Penyebab
penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik,
dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya
artritis reumatoid adalah;
1)
Jenis
Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR
daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
2)
Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul
antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada
dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
3)
Riwayat
Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada
yang menderita penyakit artritis Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan
terkena juga.
4)
Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko
terkena artritis reumatoid
4.
Patofisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi
autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot (Smeltzer
& Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai
sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan
infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk
ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat
erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).
Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subchondrial bisa menyebkan
osteoporosis setempat. Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,
1996).
5.
Manifestasi
klinis
Tanda dan gejala setempat: Sakit persendian disertai kaku
terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan
berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam
dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya
tidak berlangsung lama. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah. Poli
artritis simetris sendi perifer adalah Semua sendi bisa terserang, panggul,
lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi
kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar
seringkali terkena juga. Artritis erosif adalah sifat radiologis penyakit ini.
Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir
tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar-X. Deformitas adalah
pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea,
deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga
terserang yang diserta penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi
mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total.
Rematoid nodulà merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus
ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan
ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat. Tanda dan gejala
sistemik: Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia.
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga
stadium yaitu:
a.
Stadium
sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
b.
Stadium
destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi
tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk
pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
c.
Stadium
deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada
sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis
fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang Artritis rematoid bisa muncul secara
tiba-tiba, dimana pada saat yang sama banyak sendi yang mengalami peradangan.
Biasanya peradangan bersifat simetris, jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh
terkena, maka sendi yang sama di sisi kanan tubuh juga akan meradang. Yang
pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari kaki,
tangan, kaki, pergelangan tangan, sikut dan pergelangan kaki. Sendi yang
meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku, terutama pada saat bangun
tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas. Beberapa penderita merasa
lelah dan lemah, terutama menjelang sore hari. Sendi yang terkena akan membesar
dan segera terjadi kelainan bentuk. Sendi bisa terhenti dalam satu posisi
(kontraktur) sehingga tidak dapat diregangkan atau dibuka sepenuhnya. Jari-jari
pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah kelingking, sehingga tendon pada
jari-jari tangan bergeser dari tempatnya. Keterbatasan fungsi sendi dapat
terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan
tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi
tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan
pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi.
Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi
deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran
sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan
menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum
ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010),
yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah
lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai
terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat,
terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang
6. Komplikasi
a. Dapat
menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada
otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
c.
Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
d.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
e.
Terjadi splenomegali.
Splenomegali
merupakan pembesaran limfa, jika limfa membesar kemampuannya untuk menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan
menyimpan sel-sel darah akan meningkat. Kelainan sistem pencernaan yang sering
dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama
penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan
penyakit (disease modifying antirhematoid drugs, (DMARD)) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid. Komplikasi
saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara
akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati
akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis.
7. Kriteria Diagnostik
Kriteria American Rheumatism
Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987:
a.
Kaku
pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya
selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b.
Artritis
pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi
(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang- kurangnya 3 sendi secara bersamaan
yang diobservasi oleh seorang dokter. Persendian yang memenuhi kriteria yaitu Proximal
Interphalangeal (PIP), Metacarpophalangeal (MCP), pergelangan tangan, siku
pergelangan kaki dan Metatarsophalangeal (MTP) kiri dan kanan.
c.
Artritis
pada persendian tangan Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian
tangan seperti yang tertera diatas.
d.
Artritis
simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2
pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima
walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
e.
Nodul
rheumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau
daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
f.
Faktor
rheumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok
kontrol yang diperiksa.
g.
Perubahan
Gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis
reumotoid pada periksaan sinar-X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan
yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan
akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita
artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di
atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan
dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis
reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.
8. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan
Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium
dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85%
penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang
dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama
globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih
besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang
berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu
indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini
bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang
positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus
eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis.
Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif
dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20%
orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam
titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu
indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid
nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti
bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit.
Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui
pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan
anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga
terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati
penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal
bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari
200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan
hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini
membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi
bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus
untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya: gambaran immunoelectrophoresis
Human Lymphocyte Antigen (HLA) serta Rose-Wahler test.
b.
Pemeriksaan
Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan,
tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan
ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi
dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara
radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada
sendi yang terkena.Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli-
arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan
kaki serta menetap sekurang- kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri- artikuler pada foto rontgen.
Beberapa faktor yang turut dalam
memberikan kontribusi pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul
Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju
endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit
faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun.
Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat
menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan
sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung
banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare,
2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk
membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen
akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang
terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
a.
Meringankan
rasa nyeri dan peradangan
b.
Memperatahankan
fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
c.
Mencegah
atau memperbaiki deformitas Program terapi dasar terdiri dari lima komponen
dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut
yaitu:
1)
Istirahat
2)
Latihan
fisik
3)
Panas
d.
Pengobatan
Aspirin (anti nyeri) dosis antara 8
s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg
per 100 ml Natrium kolin dan asetamenofen adalah meningkatkan toleransi saluran
cerna terhadap terapi obat Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin)
dosis 200 – 600 mg/hari, mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing
sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan. Garam emas
Kortikosteroid
e.
Nutrisi
adalah diet untuk penurunan berat badan yang berlebih.
f.
Bila
Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan
indikasinya sebagai berikut:
1)
Sinovektomi,
untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi
dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2)
Arthrotomi,
yaitu dengan membuka persendian.
3)
Arthrodesis,
sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4)
Arthroplasty,
pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian. Terapi di mulai
dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter
atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk
dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu
yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).
Penanganan medik pemberian salsilat
atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang
penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik.
Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter
agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga
keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal
(Smeltzer & Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam
penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih
agresif pada stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian
gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama
awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu
mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila mandi
pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah
bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,
seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap
stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh,
terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan,
terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat
efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
Keperawatan
Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada
tungkai. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
b.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Inspeksi
dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit,
ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2)
Lakukan
pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial Catat bila ada
deviasi (keterbatasan gerak sendi) Catat bila ada krepitasi Catat bila terjadi
nyeri saat sendi digerakkan
3)
Lakukan
inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral Catat bila ada atrofi,
tonus yang berkurang Ukur kekuatan otot
4)
Kaji
tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5)
Kaji
aktivitas/kegiatan sehari-hari
6)
Riwayat
Psiko Sosial Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep
diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Asuhan
Keperawatan
Berdasarkan
tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan
adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering
muncul yaitu:
a.
Gangguan body image berhubungan dengan
perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
NOC:
·
Citra tubuh:
- Keseimbangan
antara realita, ideal dan penampilan tubuh
- Kepuasan
penampilan tubuh
- Pengaturan
penampilan fisik tubuh
- Pengaturan
perubahan fungsi tubuh
NIC:
Perbaikan
citra tubuh
-
Tentukan dugaan citra tubuh pasien, sesuai
dengan perkembangannya
-
Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan
yang terjadi akibat penyakit dan pembedahan
-
Bantu pasien memelihara perubahan tubuh
-
Bantu pasien untuk membedakan penampilan
fisik dari perasaan yang beharga
-
Bantu pasien untuk menentukan akibat dari
persepsi yang sama penampilan tubuh.
-
Monitoring pandangan diri secara berkala
-
Monitoring apakah pasien melihat perubahan
pada bagian tubuh
-
Montoring pernyataan tentang persepsi
identitas diri sehubungan denagn bagian tubuh dan berat badan
-
Menentukan apakah perubahan citra tubuh berkontribusi
dalam isolasi social
-
Membantu pasien dalam mengidentifikasi
penampilan yang akan meningkat
b.
Nyeri akut/kronis berhubungan dengan
perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
NOC:
·
Control nyeri:
-
Mengakui factor penyebab
-
Mengetahui nyeri
-
Menggunakan obat analgesic
-
Menjelaskan gejala nyeri
-
Melaporkan control nyeri yang telah dilakukan
·
Level nyeri:
-
Ekspresi nyeri
-
Frekuensi nyeri
-
Ekspresi wajah terhadap nyeri
NIC:
Pain management (Manajemen nyeri)
-
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
-
Observasi
reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
-
Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-
Kaji
budaya yang mempengaruhi respion nyeri
-
Determinasi
akibat nyeri terhadap kualitas hidup
-
Bantu
pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
-
Control
ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri
-
Kurangi
factor presipitasi nyeri
-
Pilih
dan lakukan penanganan nyeri
-
Ajarkan
pasien untuk memonitor nyeri
-
Kaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensiBerikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
-
Evaluasi
keefektifan control nyeri
-
Tingkatkan
istirahat
-
Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
c.
Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya
kekuatan otot, rasa nyeri. Intoleransi aktifitas sehari-hari berhubungan dengan
terbatasnya gerakan.
NOC:
·
Perilaku aman:
-
Mencegah
-
Jatuh dengan indikator
-
Menghindari jatuh dan terpeleset di lantai
-
Menggunakan tongkat
-
Menjauhkan bahaya yang bisa menyebabkan jatuh
-
Memakai alas kaki yang tidak mudah slip
-
Mengatur tinggi tempat tidur
-
Menggunakan alat Bantu penglihatan
NIC:
Manajemen
lingkungan:
-
Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
-
Ideentifilasi kebutuhan rasa aman bagi pasien
berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif dan riwayat perilaku masa lalu
-
Jauhkan lingkungan yang mengancam
-
Jauhkan objek yang berbahaya dari lingkungan
-
Berikan side rail
-
Antarkan pasien selama aktivitas di luar
rumah sakit
Mencegah
Jatuh:
-
Kaji penyebab defisit fisik pasien
-
Kaji karakteristik lingkungan yang
menyebabkan jatuh
-
Monitor gaya jalan pasien, keseimbangan,
tingkat kelelahanBerikan penerangan yang cukup
-
Pasang siderail tempat tidur
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA Ns. EDY SANTOSO, M.Kep A. Pengertian Cedera kepala (trauma capitis) adalah ced...
-
TRIAGE, TRANSPOR PASIEN, DAN INITIAL ASSESMENT PASIEN GAWAT DARURAT TRIAGE Triase adalah proses khusus pemilihan pasien berdasarkan be...