ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DISRITMIA JANTUNG
Ns.
EDY SANTOSO, M.Kep
A.
Pengertian
Disritmia
merupakan gangguan pembentukan dan atau konduksi impuls listrik dalam jantung
sehingga menimbulkan perubahan pada irama denyut jantung. Berat ringannya
disritmia tergantung pada efek hemodinamik yang ditimbulkan terhadap curah
jantung. Variasi efek yang ditimbulkan tergantung pada penyebab disritmia dan
kemampuan adaptasi otot jantung.
B.
Etiologi
Banyak factor yang dapat memicu
terjadinya disritmia, yaitu antara lain:
1.
Hipoksia
Hipoksia merupakan
kondisi ketika sel atau jaringan kekurangan oksigen. Hal ini membuat sel atau
jaringan dalam hal ini jaringan miokardium menjadi iritabel dan mudah memicu
terjadinya disritmia. Berbagai penyakit paru yang dapat menimbulkan hipoksia
seperti PPOK atau emboli paru akut dapat menjadi factor predisposisi disritmia
jantung.
2.
Iskemia
Infark miokardium
sebagai dampak dari rendahnya kadar oksigen darah (iskemia), sering menjadi
penyebab terjadinya disrimia. Selain itu, angina yang juga disebabkan oleh
iskemia, meskipun tidak sampai menimbulkan kematian sel namun tetap dapat
memicu terjadinya disritmia jantung.
3.
Stimulasi simpatis
Berbagai kondisi yang
dapat memicu stimulasi saraf simpatis untuk menimbukan disritmia. Kondisi
tersebut diantaranya, hipertiroidisme, gagal jantung kongestif, kecemasan,
latihan fisik, dan sebagainya.
4.
Obat-obatan
Banyak obat-obatan
yang dapat memicu disritmia jantung, bahkan obat-obatan yang termasuk ke dalam
kategori antiaritmia. Beberapa obat-obatan antiaritmia yang justru menimbulkan
disritmia. Quinidine merupakan obat antiaritmia yang justru paling berisiko
memicu terjadinya disritmia.
5.
Gangguan elektrolit
Berbagai gangguan
elektrolit baik kekurangan maupun kelebihan dapat memicu terjadinya disritmia.
Dari sekian jenis elektrolityang ada, kalium, kalsium, dan magnesium merupakan
factor utama pencetus disritmia. Hal ini terkait dengan fungsi ketiga
elektrolit tersebut dalam proses pembentukan dan penghantaran impuls listrik
janting.
6.
Regangan miokardium
Dilatasi dan
hipertropi atrium dan ventrikel dapat memicu terjadinya disritmia. Hal ini
sebenarnya dipicu oleh kondisi iskemia pada sebagian sel miokard akibat
ketidakseimbangan antara asupan oksigen dan peningkatan kebutuhan metabolism
miokardium. Peningkatan kebutuhan miokardium pada dilatasi atau hipertrofi ini
disebabkan oleh semakin banyaknya sel-sel yang membutuhkan asupan darah dalam
hal ini nutrisi dan oksigen.
C.
Gejala
klinis
Banyak disritmia yang
terjadi tanpa disadari oleh penderitanya dan sering baru ditemukan secara tidak
disengajaketika melakukan pemeriksaan fisik atau EKG. Salah satu gejala yang
dirasakan oleh penderitanya adalah palpitasi pada denyut jantungnya, sesuatu
yang tidak terjadi pada orang normal, ia mungkin merasakan bagaimana jantungnya
bertambah kencang atau melambat tanpa harus meraba dadanya.
Gejala yang lebih
serius dapat terjadi jika disritmia tersebut menyebabkan penurunan curah
jantung. Hal yang dapat dirasakan akibat kekurangan aliran darah di antaranya
pusing dan sinkop (jatuh pingsan secara mendadak). Disritmia yang memicu
peningkatan denyut jantung ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium
dan memicu angina. Disritmia yang terjadi pada penderita infark miokard ini
sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kematian mendadak. Oleh karena itulah
penderita infark miokard ini dirawat di ruang intensif khusus dengan monitoring
yang ketat.
D.
Klasifikasi
Berdasarkan
tingkat kegawatannya disritmia dapat diklasifikasikan manjadi tiga jenis,
yaitu:
1.
Disritmia minor. Disritmia minor dapat
terjadi pada orang normal atau sehat. Jenis disritmia ini tidak berbahaya
karena tidak mengganggu sirkulasi tubuh sehingga tidak membutuhkan penanganan
dengan segera. Jenis disritmia ini tidak akan berlanjut pada disritmia yang
lebih serius. Jenis disritmia ini misalnya sinus takikardi, sinus bradikardi,
sinus aritmia.
2.
Disritmia mayor. Disritmia ini sudah dapat
menurunkan curah jantung sehingga membutuhkan penanganan segera. Penanganan
yang tidak adekuat memicu disritmia letal. Jenis disritmia yang termasuk dalam kategori mayor diantaranya ventrikel
takikardia dengan nadi, AV block, sinus
arrest, dan lain-lain.
3.
Disritmia letal. Jenis disritmia ini
menempatkan penderita dalam situasi kritis dan terancam jiwanya. Dengan
demikian dibutuhkan tindakan resusitasi segera untuk mengembalikan aliran darah
yang terhenti akibat disritmia ini. Terdapat empat jenis disritmia letal, yaitu
ventrikel fibrilasi (VF), ventrikel takikardi tanpa nadi, asistol, dan pulselles electrical activity (PEA).
Sedangkan berdasarkan
lokasinya, disritmia dapat dibedakan menjadi disritmia atrial dan disritmia
ventrikuler.
E.
Patofisiologi
1.
Disritmia atrial
Disritmia
atrial muncul di daerah atrium. Gejala yang muncul akan semakin terasa jika
disritmia tersebut menyebabkan penurunan “atrial
kick” yakni jumlah darah yang dipompakan atrium ke ventrikel selama systole
atrium. Volume darah yang terlibat dalam proses “atrial kick” ini sekitar 35% volume akhir diastole, sehingga
memiliki kontribusi penting dalam pengisian ventrikel pada penderita jantung.
Jenis
disritmia atrial yang dapat menyebabkan gangguan atau kehilangan “atrial kick” adalah atrial flutter dan atrial
fibrilasi. Selain itu masih banyak jenis-jenis disritmia diantaranya sinus
bradikardi, sinus takikardi, kontraksi atrial premature, paroxysmal supraventricular tachycardia (SVT).
Mekanisme
disritmia pada atrium meliputi:
a.
Sinus
bradikardi. Sinus bradikardi merupakan kondisi ketika kecepatan
denyut jantung <60x/menit, irama teratur, dengan irama dasar berasal dari
nodus sinoatrial. Penyebab utama dari jenis disritmia ini adalah respons
parasimpatik yang berlebihan. Beberapa kondisi yang dapat memicu sinus
bradikardia adalah antara lain nyeri, cemas, peningkatan TIK atau infark
miokard. Sinus bradikardia sendiri dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala
sepertipusing, keletihan, palpitasi, nyeri dada, dan gagal jantung kongestif.
Namun demikian, kondisi sinus bradikardia juga dapat terdapat pada orang sehat
misalnya para atlet. Bradikardia juga
dapat terjadi sebagai dampak dari konsumsi obat-obatan. Hasil rekaman EKG
menunjukkna irama yang teratur dengan rasio gelombang P dan kompleks QRS adalah
1:1 dan memiliki bentuk gelombang yang normal.

Gambar:
Sinus Bradikardia
b.
Sinus
takikardi. Sinus takikardia merupakan kondisi ketika kecepatan
denyut jantung >100x/menit, irama teratur dengan irama dasar berasal dari
nodus sinoatrial. Penyebab utama dari jenis disritmia ini adalah respons saraf
simpatik atau respons terhadap pengeluaran hormone katekolamin. Kondisi ini
juga merupakan respons normal terhadap kondisi peningkatan kebutuhan oksigen,
misalnya saat olah raga atau keadaan demam. Selain itu penurunan curah jantung
dapat juga memicu sinus takikardia sebagai mekanisme kompensasi jantung dalam
mempertahankan keadekuatan curah jantung. Misalnya terjadi pada penderita CHF
atau kondisi syok. Hasil rekaman EKG menunjukkan irama yang teratur dengan
rasio gelombang P dan kompleks QRS adalah 1:1 dan memiliki bentuk gelombang
yang normal.

Gambar:
Sinus Takikardia
c.
Sinus
aritmia. Sinus aritmia memiliki kecepatan pembentukan impuls
yang bervariasi. Hal ini menyebabkan irama yang tidak teratur dan biasanya
berkaitan dengan pola nafas. Kecepatan akan meningkat saat inspirasi dan
melambat saat ekspirasi. Sinus aritmia pada anak-anak masih dikategorikan
normal. Efek vagal dari obat-obatan yang dikonsumsi dan penyakit pada nodus SA
serta berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi tonus vagal merupakan pemicu
terjadinya sinus aritmia. Gambaran EKG pada sinus aritmia memiliki kesamaan
bentuk dengan sinus takikardia maupun sinus bradikardia, namun jarak gelombang
R-R berbeda-beda yang menunjukkan ketidakteraturannya.

Gambar:
Sinus Aritmia
d.
Atrial
flutter. Irama ini dapat terjadi pada jantung normal tetapi
lebih sering menunjukkan kondisi
patologis atau kelainan jantung. Beberapa masalah yang berhubungan dengan irama
ini diantaranya iskemia miokard, infark miokard akut, dan penyakit jantung
rematik. Gelombang P tampak pada frekuensi 250 – 350 x/menit dengan irama yang
teratur. Hasil rekaman EKG menunjukkan gelombang P yang banyak di antara
gelombang R sehingga membentuk pola “gigi gergaji”. Rasio gelombang P dan kompleks
QRS tidak 1:1, karena ventrikel tidak mampu merespons kecepatan impuls pada
atrium.

Gambar:
Atrial Flutter
e.
Premature
atrial contraction (PAC). Premature
atrial contraction (PAC) merupakan kondisi ketika kontraksi atrial yang
mengawali kontraksi jantung terjadi lebih awal dari yang diharapkan. Oleh sebab
itu, PAC sering juga disebut sebagai atrial ekstrasistole. Irama dasarnya
regular atau teratur dan denyutan yang terjadi lebih awal menghasilkan sedikit
ketidakteraturan. Gambaran EKG menunjukkan
rasio gelombang P dengan kompleks QRS 1:1, kecuali pada gelombang P yang
mengalami hambatan akibat proses refraktori pada nodus AV. Gelombang P yang
mengalami denyutan premature dapat menghasilkan bentuk yang berbeda dengan
gelombang P lainnya. Hal ini disebabkan impuls bukan berasal dari nodus AV,
melainkan lokasi lain pada atrium. PAC dapat terjadi normal pada semua usia.
Namun demikian PAC juga disebabkan oleh hal-hal lain seperti iskemik jantung,
penyakit jantung reumatik, penggunaan stimulant, dan keracunan digitalis.

Gambar:
Premature
atrial contraction (PAC).
f.
Paroxysmal
Supraventrikular Tachycardia (PSVT). Kondisi ini ditandai
dengan peningkatan kecepatan denyut atrial dan ventrikuler hingga mencapai 160
– 250 x/menit. Iramanya regular namun gelombang P tidak ada tau memiliki bentuk
yang aneh. Gelombang P sulit dibedakan dengan gelombang T, namun ia akan tetap
muncul di setiap kompleks QRS. PSVT muncul ketika terdapat ketidaknormalan
intrinsic pada konduksi nodus AV atau mungkin juga berhubungan dengan kondisi
stress, hipoksia, hypokalemia, hipertensi, penyakit jantung, atau
hipertiroidisme. Namun demikian, gangguan ini juga dapat berhubungan dengan
keracunan digitalis, konsumsi kafein, dan penggunaan stimulant system saraf
pusat.

Gambar:
Paroxysmal Supraventrikular Tachycardia (PSVT).
2.
Disritmia ventrikel
Disritmia
ventrikel merupakan gangguan irama aktivitas kelistrikan jantung yang muncul
pada area ventrikel. Jenis disritmia ventrikel sendiri memiliki beberapa macam
antara lain kontraksi ventrikel premature (KVP), ventrikel takikardia (VT),
ventrikel vibrilasi (VF), dan ventricular asistole.
a.
Kontraksi ventrikel premature (KVP)
KVP
merupakan aritmia ventrikel yang paling lazim. KVP sering juga disebut sebagai
ventrikel eksta-sistole (VES). Ia juga dapat muncul pada orang normal dan
jarang memerlukan pengobatan. Namun demikian, jika KVP muncul pada keadaan
infark miokard maka merupakan kondisi yang berbahaya karena dapat memicu
munculnya ventrikel takikardia (VT) maupun ventrikel fibrilasi (VF). Seperti
diketahui bahwa baik VT maupun VF merupakan gangguan mengancam jiwa yang
memerlukan penanganan segera. Kompleks QRS pada KVP tampak lebar dan berbentuk
aneh karena depolarisasi ventrikel yang tidak mengikuti jalur konduksi normal.
Gelombang P berbentuk aneh (retrogard) terkadang muncul dan sering juga tidak
ditemukan. KVP biasanya diikuti dengan pause
yang lama sebelum kemudian muncul
denyutan baru. KVP dapat terjadi secara acak atau muncul dengan pola teratur di
antara irama sinus normal. Jika rasio sinus normal dengan KVP 1:1 disebut
sebagai bigimini. Jika rasio sinus normal dengan KVP 3:1 maka dinamakan sebagai
quadrigemini. KVP dapat muncul pada beberapa kondisi antara lain gagal jantung,
infark miokardium, trauma jantung. Kelainan elektrolit seperti hypokalemia atau
hipokalsemia dapat memicu kelainan ini. Sedangkan obat-obatan yang sering
menimbulkan KVP antara lain digitalis, aminofilin, trisiklik antidepresan, atau
stimulant beta-adrenergik. Selain masalah fisik kondisi psikis seperti stress
dapat memicu disritmia ventrikel ini. KVP menjadi berbahaya dan memerlukan
penanganan dan pengawasan ketat jika memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
·
Sering terjadi
·
Muncul KVP yang berurutan, terutama jika dua
atau lebih berturut-turut
·
KVP yang jatuh pada gelombang T denyut
sebelumnya, dikenal sebagai fenomena “R on T”
·
KVP yang muncul pada kondisi infark
miokardium.

Gambar: Kontraksi ventrikel premature (KVP)
atau ventrikel eksta-sistole (VES)
b.
Ventrikel Takikardia (VT)
Ventrikel
takikardia (VT) merupakan tiga atau lebih KVP yang terjadi berurutan dan tidak
berkaitan dengan impuls pada kontraksi atrium. Frekuensi 120 – 200 x/menit dan
biasanya regular.gelombang P tidak tampak karena ditutupi oleh kompleks QRS yang juga memiliki bentuk
abnormal. VT yang berlangsung lama merupakan kondisi gawat darurat karena dapat
merupakan tanda henti jantung. Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan ventrikel takikardi antara lain infark
miokard, penyakit jantung reumatik, gangguan katup mitral, gagal jantung, kardiomiopati,
ketidakseimbangan elektrolit, dan keracunan obat-obatan.

Gambar: Ventrikel
Takikardia (VT)
c.
Fentrikel
fibrilasi (VF). Fentrikel fibrilasi merupakan kondisi berbahaya
karena pada saat ini jantung berhenti berdenyut akibat kekacauan aktivitas
kelistrikan jantung, sehingga disritmia ini diidentifikasi sebagai kejadian
preterminal karena hamper selalu muncul pada jantung yang sekarat. Ventrikel
fibrilasi juga paling sering ditemukan pada orang yang mengalami kematian
mendadak. Rekaman EKG menunjukkan gambaran ketidakteraturan. Bersarkan bentuk
gelombangnya, fibrilasi ventrikel dapat dibedakan menjadi VF kasar dan VF
halus. VF kasar memiliki gelombang yang tajam tinggi. Sedangkan pada VF halus,
gambaran gelombang kecil-kecil dan hampir menyerupai gambaran asistole.
Hilangnya daya pompa jantung menyebabkan menurunnya cardiac output, menyebabkan aliran darah berhenti. Hal ini berarti
tidak ada asupan nutrisi maupun oksigen sehingga kematian sel menjadi
ancamanjika tidak mendapatkan penanganan berupa resusitasi jantung paru (RJP)
dengan segera.
d.
Ventrikel
asistole. Asistol merupakan salah satu irama jantung mengancam
jiwa yang dicirikan dengan tidak adanya aktivitas kelistrikan pada gambaran
EKGnya (plat). Ketiadaan aktivitas
kelistrikan pada janting menyebabkan hilangnya kemampuan pemompaan jantung.
Akibatnya sebagaimana yang terjadi pada ventrikel fibrilasi, maka aliran darah
terhenti. Kondisi ini menyebabkan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan darah
yang adekuat. Terhentinya aliran darah ke organ-organ vital seperti jantung dan
otak dapat memicu kematian mendadak pada penderitanya.

Gambar:
Asistole
F.
Asuhan
Keperawatan
1. Penkajian
a.
Riwayat
-
Kelelahan umum
-
Keletihan karena pengerahan tenaga
-
Infark miokard
-
Nyeri dada
-
Kesemutan atau kebas
-
Haluaran urine turun
-
Pusing, mendadak pingsan
-
Sakit kepala
-
Edema dependen
b.
Temuan pemeriksaan fisik
-
Nadi: cepat, lambat, atau tidak teratur
-
Perubahan frekuensi jantung, tekanan darah
(hipertensi atau hipotensi selama episode disritmia)
-
Nadi tidak teratur
-
Bunyi jantung: irama tidak teratur, bunyi
ekstra, denyut turun.
-
Perubahan warna kulit (pucat, sianosis) dan
kelembaban (diaphoresis).
c.
Pemeriksaan diagnostic
1)
Laboratorium
- Ketidakseimbangan
elektrolit (kalium, kalsium, dan magnesium) yang mengganggu irama dan
kontraktilitas jantung.
- Skrining
obat untuk memeriksa sampel darah atau urine terhadap adanya obat tertentu yang
disalahgunakan.
2)
Prosedur diagnostic
-
EKG mengidentifikasikan apakah hipoksia
(karena obstruksi arteri coroner atau kerusakan miokardium) dan
ketidakseimbangan elektrolit mempengaruhi irama dan kontraktilitas jantung.
2. Diagnosis, hasil, dan intervensi
keperawatan
Diagnosa Keperawatan
MANDA
|
Hasil yang dicapai
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Risiko
penurunan curah jantung
Factor risiko:
- Perubahan frekuensi/irama jantung
- Perubahan kontraktilitas
|
Efektivitas
pompa jantung:
- Mempertahankan atau mencapai curah
jantung yang adekuat dibuktikan dengan TD dan nadi berada dalam kisaran
normal, haluaran urine adekuat, nadi terpalpasi dengan kualitas sama, dan
tingkat mental seperti biasa.
- Menunjukkan penurunan frekuensi atau
tidak adanya disritmia
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja miokardium
-
|
Manajemen
disritmia:
Mandiri
- Auskultasi suara jantung, perhatikan
frekuensi, irama, keberadaan denyut jantung ekstra, dan penurunan denyut
jantung.
- Pantau tanda vital. Kaji keadekuatan
curah jantung dan perfusi jaringan, perhatikan frekuensi nadi, pernafasan,
perubahan warna kulit dan temperature, tingkat kesadaran, dan sensorium,
serta haluaran urine selama periode disritmia.
- Tentukan tipe disritmia dan
dokumentasikan.
- Beri lingkungan yang tenang dan
sunyi
- Jelaskan pentingnya pembatasan
aktivitas selama fase akut
- Ajarkan manajemen stress: teknik
relaksasi; imajinasi terbimbing; dan pernafasan lambat dan dalam.
- Kaji keluhan nyeri dada, catat
isyarat nonverbal seperti wajah menyeringai, menangis, perubahan TD dan
frekwensi denyut jantung.
- Bersiap melakukan RJP (sesuai
indikasi)
Kolaborasi
- Pantau studi laboratorium seperti:
elektrolit, medikasi, dan kadar obat.
- Beri oksigen tambahan sesuai
indikasi
- Lakukan akses intravena
- Beri medikasi sesuai indikasi,
misalnya kalium, antidisritmia:
Obat kelas I:
Kelas
Ia: disoperamid, prokainamid, quinidine
Kelas
Ib: lidokain, fenitoin, tokainid
Kelas
Ic: flekainid, enkainid, propafenon
Obat
kelas II, (paling banyak digunakan) seperti atenolol, karvedilol,
propranolol, nadolol, acebutolol, esmolol
Obat
kelas III, seperti bretilium tosilat, amiodaron, sotalol, ibutilid, dan
dofetilid
Obat
kelas IV, seperti amlodopin, verapamil, diltiazem.
Obat
kelas V, seperti atropine sulfat, isoproterenol, dan glikosida kardiak
(digoksin, digitoksin).
- Persiapkan dan bantu kardioversi
elektrik
- Persiapkan prosedur, termasuk
angiografi dengan kemungkinan angioplasty dan pemasangan stent; kateter atau
ablasi bedah; pembedahan seperti CABG
- Persiapkan pemasangan ICD jika
diindikasikan.
|
Risiko
keracunan digitalis
Factor
risiko:
- Defisiensi pengetahuan agens
farmasi; kurang tindakan kewaspadaan yang tepat
- Penurunan pandangan, keterbatasan
kognitif
|
Pengetahuan
medikasi
- Mengungkapkan pemahaman tentang
resep individual, bagaimana medikasi berinteraksi dengan obat atau zat lain,
dan pentingnya mempertahankan regimen yang telah diprogramkan.
- Mengenali tanda overdosis digoksin
dan terjadinya gagal jantung, dan mengidentifikasi apa yang harus dilaporkan
ke dokter.
Efektivitas
pompa jantung:
Terbebas dari tanda-tanda
toksisitas; menunjukkan kadar obat dalam serum dalam kisaran yang dapat
diterima secara individual.
|
Manajemen
medikasi:
Mandiri
- Evaluasi klien mengenai kebutuhan
untuk mendapat digitalis
- Jelaskan tipe sediaan digoksin yang
spesifik untuk klien dan penggunaan terapeutik spesifiknya.
- Instruksikan untuk tidak mengganti
dosis dengan alasan apapun kecuali instruksi dari dokter
- Informasikan kepada klien bahwa
digoksin dapat berinteraksi dengan baik dengan obat-obat lain.
- Tinjau pentingnya asupan diet dan
suplemen kalium, kalsium, dan magnesium
- Beri informasi dan minta klien dan
orang dekat mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang tanda dan gejala
toksik yang harus dilaporkan ke pemberi asuhan kesehatan
Kolaboratif
- Beri terapi suportif, sesuai
indikasi
- Persiapkan perawatan ICCU.
|
Referensi
Bulechek, G. M., Butcher, H. K.,
Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom:
Elsevier
Dosen
Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta:
EGC
Guyton
& Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
Moorhead,
S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United
Kingdom: Elsevier
NANDA
International. (2015). Nursing Diagnoses.
Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY
Blackwell
Price, S. A., & Wilson, L. M.
(2012). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC