ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN
GANGGUAN
TIROID
Ns.
Edy Santoso, M.Kep
A.
KONSEP
MEDIK
1. Anatomi Tiroid
Thyroidea
(Yunani: thyreos = pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat vaskular, merah
kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang dihubungkan oleh
isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh linea oblique
cartilago thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea kedua dan ketiga,
sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trachea
keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal dari
lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram
biasanya membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan
kehamilan (Suen C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).
Kelenjar
tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media danfascia pre
vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar
paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid
(Syamsuhidayat R, 1998).

Tyroid
terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutupcincin trakhea
2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasiapretrakhea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya
kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan
apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak
(Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi
kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior (cabang dari
a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap
folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto,
2001). Nodus Lymfatikus (nl) tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan
ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.
Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001)

Vaskularisasi kelenjar tiroid
2. Fisiologi
Kelenjar
tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik
optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh,
membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan
untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar
tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik,
dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi
tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor,
dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini
dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat
tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan
disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan
dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein
yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon
stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative
feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel
parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Pengukuran
TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak keadaan. Nilai
TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid. Jika
TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor
resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.

Diagram
pengaturan sekresi tiroid
3. Factor Risiko Gangguan Tiroid
Faktor
risiko gangguan tiroid adalah:
a.
Riwayat penyakit tiroid-Riwayat keluarga
dengan penyakit tiroid
b.
Diagnosa penyakit autoimmune
c.
Riwayat radiasi leher
d.
Terapi obat seperti lithium dan
amiodaron
e.
Perempuan di atas usia 50 tahun
f.
Pasien lanjut usia
g.
Perempuan post pasrtum 6 minggu sampai 6
bulan
4. Gangguan Fungsi Tiroid
a. Hipotiroid
1)
Pengertian
Hipotiroid
adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon tiroid yang dikikuti tanda
dan gejala yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya
akibat penurunan fungsi kelanjar tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau
seiring perkembangan usia. Pada kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya
penurunan konsentrasi hormon tiroid dalam darah disebabkan peningkatan kadar
TSH (Tyroid Stimulating Hormon).
Hipotiroidisme
adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormontiroid, yang kemudian
mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan
anak-anak berakibat pertambahan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat
yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan
pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi
glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit,yang
menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa
kebanyakan reversibel dengan terapi (Anwar R, 2005).
2)
Insiden dan etiologi
Hipotiroid merupakan kelainan
endokrin kedua yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes
mellitus (Hueston, 2001). Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan pria dan insidensinya meningkat dengan pertambahan umur.
Hipotiroid primer lebih sering di jumpai dibanding hipotiroid sekunder dengan
perbandingan 1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ).
Pada suatu survei komunitas di
Inggris yang dikenal sebagai the Whickham study, tercatat peningkatan kadar
hormon tirotropin (TSH) pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria (Tunbridge et al,1977).
Pada survey NHANES III (National Health and Nutritional Examination Survey III)
di Amerika Serikat, terdapat peningkatan kadar tirotropin pada 4,6% responden,
0,3% diantaranya menderita hipotiroid klinis. Pada mereka yang berumur di atas
65 tahun hipotiroid klinis dijumpai pada 1,7 % populasi, sedangkan hipotiroid
subklinis dijumpai pada 13,7 % populasi (Hollowell et al , 2002). Pada
penelitian terhadap wanita berusia 60tahun keatas di Birmingham, hipotiroid
klinis ditemukan pada 2,0% kasus sedangkan hipotiroid subklinis ditemukan pada
9,6% kasus. (Parle et al , 1991).
3)
Klasifikasi
Hipotiroid
dapat diklasifikasikan berdasar waktu kejadian (kongenital atau akuisital),
disfungsi organ yang terjadi (primer atau sekunder/ sentral), jangka waktu
(transien atau permanen) atau gejala yang terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa
gejala/ subklinis). Hipotiroid kongenital biasa dijumpai di daerah dengan
defisiensi asupan yodium endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang
mencukupi, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, dan
lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004).
Pada
anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis atau disgenesis
kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar
tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX8 dan thyroid transcription factor
1 dan 2 (Gillam & Kopp, 2001).
Hipotiroid
akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang paling sering dijumpai
adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto. Peran auto
imun pada penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit pada
kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Operasi atau
radiasi (mis: radioterapi eksternal pada penderita head and neck cancer, terapi
yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak
disengaja, infiltrasi besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa
bahan kimia maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat
menyebabkan hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau
mempengaruhi autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts & Ladenson, 2004).
Berdasarkan
disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid primer dan
hipotiroid sentral. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar
tiroid itu sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid,
sedangkanhipotiroid sentral berhubungan dengan penyakit penyakit yang
mempengaruhi produksi hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh
hipothalamus atau produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson,
2004).
Hipotiroid
berdasarkan kadar TSH dibagi beberapa kelompok yaitu:
a) TSH
< 5,5 μIU/L à normal
b)
|

c) THS
7 ≤ μIU/L - 15 μIU/L à
Hipotiroid sedang
d) TSH
≥ 15 μIU/L à Hipotiroid berat
Selain
itu pasien dinyakan hipotiroid klinis jika dijumpai peninggian kadar TSH (TSH ≥
5,5 μIU/L) disertai adanya simptom seperti fatique, peningkatan BB, gangguan siklus
haid, konstipasi, intoleransi dingin, rambut dan kuku rapuh (Wiseman, 2011).
4)
Manifestasi klinis
Gejala
secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa,
kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah
bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan
sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan
frekuensi keguguran pada wanita yang hamil (Wiseman, 2011).
5)
Penegakan diagnosis
Pada
tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat diidentifikasi
melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui dengan identifikasi
gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik paling spesifik
pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan
hormon tiroid biasanya diperiksa kadar TSH. Dikatakan hipotiroid apabila
terjadi peningkatan kadar TSH.
Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis melalui biopsi. Kelainan
histopatologisnya dapat bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit
yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis. Aspirasi jarum halus
biasanya tidak dibutuhkan pada penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan
langkah terbaik untuk diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang
dibutuhkan jika nodul tiroid terbentuk.
Fungsi
tiroid dinilai secara prospektif dengan mengukur kadar TSH sesuai algoritme
yang telah ditetapkan. Waktu pengukuran kadar TSH untuk mendeteksi dan
memberikan terapi hipotiroid post operasi adalah 1. preoperasi 2. fase awal
post operasi ( 6 minggu) 3. fase lanjut post operasi (12 bln) (Wiseman, 2011).
Hipotiroid
merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi
hasil akhir operasi dan kualitas hidup pasien. Hampir 100% mengalami peningkatan
kadar TSH. Tetapi peningkatan kadar TSH tidak selalu menjadi patokan untuk
memulai terapi hormon. Semakin awal dideteksi dapat mencegah terjadinya keluhan
dan komplikasinya (Wiseman, 2011).
b. Hipertiroid
1)
Pengertian
Hipertiroid
adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi jumlah hormon
tiroid dalam tubuh.dengan katalain kelenjar tiroid bekerja lebih
aktif,dinamakan dengan thyrotoksikosis, dimana berarti terjadi peningkatan
level hormon tiroid yang ekstrim dalam darah (Abdulraouf, 2011)
2)
Patofisiologi
Hormon
tiroid mempunyai banyak peran yang sigmifikan di dalam proses di dalam tubuh,
proses-proses ini yang kita sebut metabolisme. J ika terdapat banyak hormon
tiroid, setiap fungsi dari tubuh akan diatur untuk bekerja lebih cepat. Karena
selama hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme, maka setiap pasien akan mengalami
kehilangan banyak energy (Abdulraouf, 2011)
3)
Manifestasi klinis
Manifestasi
klinis yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan
respirasi, berdebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia),
berkeringat banyak, rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja
dari otot lengan dan kaki, frekwensi buang air besar terganggu, kehilangan
berat badan yang cepat, pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran
darah lebih kencang. Hipertiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa
pasien muda perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang
diartikan salah,contoh perasaan gugup yang dianggap karena stress (Abdulraouf,
2011).
4)
Penyebab Hipertiroid
a) Penyakit
Grave’s
Hiperthiroid
terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang ditandai biasanya mata akan
kelihatan lebih besar karena kelopak mata ataas akan membesar,kadang-kadang
satu atau dua mata akan tampak melotot.Beberapa pasien tampak terjadi
pembesaran kelenjar thiroid (goiter) pada leher.Penyebab umum yang paling
banyak (>70%) adalah produksi berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid.kondisi ini juga disebut penyakit Grave’s. Grave’s disebabkan oleh antibodi
dalam darah yang ada pada tiroid menyebabkan banyak sekresi hormon tiroid
,dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita (Abdulraouf,
2011).
b) Tiroiditis
Tiroiditis
adalah peradangan pada kelenjar tiroid. Penyebab lain dari hipertiroid adalah
ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang
tumbuh dan membesar yang menggangu pasien. Sehingga total output hormon tiroid
dalam darah meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic
nodular atau multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini
disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang menyababkan
kelelnjar menghasilkan hormon tiroid (Abdulraouf, 2011).
5)
Klasifikasi Hipertiroid
Hipertiroid
memiliki klasifikasi klinis dan subklinis. Hipertiroid klinis bila Kadar TSH
<0.3 mIU/L dan disertai dengan beberapa manifestasi klinis (Abdulraouf,
2011). Sedangkan hipertiroid subklinis dikarakteristikkan dengan kadar TSH
serum rendah yaitu <0.1 mIU/L dengan level normal dari free T3 dan free T4.
Hipertiroid subklinis terjadi pada 2 % dari jumlah populasi di Amerika.
Penyebabnya sama dengan hipertiroid klinis, hanya tambahannya, dapat disebabkan
karena pengobatan hormon tiroid yang berlebihan pada kejadian hipotiroid
(Abdulraouf, 2011). The American Association of Clinical
Endocrinologistsmerekomendasikan pemeriksaan laboratorium dan periode klinis
dari pasien dengan subklinis hipertiroid (TSH = 0.1 – 0.5 mIU/ml), termasuk
memeriksa ulang kadar TSH, free T3 dan free T4 dengan interval tiap 2 sampai
dengan 4 bulan. Pengobatan hipertiroid diindikasikan bila kadar TSH serum <
0.1 mIU/L (Abdulraouf, 2011)
c. Eutiroid
Eutiroid
adalah keadaan normal dari kadar TSH serum dengan nilai 0.3-5.5 mIU/L
(Abdulraouf, 2011).
d. Struma
Pembesaran
kelenjar tiroid dapat merupakan suatu kelainan radang, hiperplasia atau
neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Struma adalah kelainan
glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler.
Menurut American Society for Study of Goiter membagi struma menjadi 4 kelas
yakni: Struma difusa non toksik, struma nodusa non toksik, struma difusa
toksik, struma nodusa toksik. Istilah toksik dan non toksik dipakai karena
adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti
hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada
perubahan bentuk anatomi.
Prevalensi
nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia, ekspos dengan
radiasi dan defisiensi iodium. Secara keseluruhan nodul tiroid lebih sering
terdapat pada wanita dibanding pria. Studi Framingham pada kelompok usia 30-59
tahun, mendapatkan angka prevalensi nodul tiroid sebesar 6,4% pada wanita dan
1,5% pada pria. Pada studi rumah sakit, penelitian menunjukan bahwa nodul
tiroid menempati lebih dari 50% dari seluruh kasus tiroid (Anwar R, 2005)
Maka
saat ini American Thyroid Association
Guidelines merekomendasikan tindakan total/near total tiroid lobektomi
yaitu merupakan teknik operasi sederahana untuk penanganan pasien dengan nodul
tiroid. Secara umum penanganan nodul tiroid meliputi: observasi, operasi,
radiasi eksterna, radiasi interna dan hormonal (supresi) terapi (Wiseman 2011)
Sebelumnya
pasien-pasien pasca dilakukannya lobektomi mendapat terapi pemberian hormon
tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia dimana terjadi
peninggian kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH). Hipotiroid merupakan
morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-45% kasus.
Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat
mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman, 2011).
Klasifikasi
struma:
1)
Struma endemik (Simple goiter) –
Eutiroid.
Struma
hiperplastik difusa (area endemik dan struma pubertas). Stadium akhir dari:
-
Folikel-folikel terisi
-
Struma koloid dengan koloid karena
fluktuasi persisten kadar TSH nodul
-
Struma nodular multiple.
2)
Struma toksika
a) Primer
– Struma toksika difusa – (Penyakit Grave).
b) Sekunder
(nodular) - Struma nodular toksika - Struma nodular non toksika.
3)
Struma neoplastik.
c) Jinak.
d) Ganas.
4)
Tiroiditisa.
a) Tiroiditis
suburatif akut
b) Tiroiditis
sub akut.
c) Tiroiditis
hasimoto.
d) Tiroiditis
Riedel (Sachdova, 1996)
5.
Penatalaksanaan
Hipertiroid
a. Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
1) Obat Anti-Tiroid.
Obat ini menghambat produksi hormon
tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme. Contoh obat
adalah sebagai berikut:
-
Thioamide
-
Methimazole
dosis awal 20 -30 mg/hari 3)
-
Propylthiouracil
(PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
-
Potassium
Iodide
-
Sodium
Ipodate
-
Anion
Inhibito
2) Beta-adrenergic reseptor antagonist.
Obat ini adalah untuk mengurangi
gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol.
Indikasi:
a) Mendapat remisi yang menetap atau
memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tiroktosikosis
b) Untuk mengendalikan tiroktosikosis
pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
c) Persiapan tiroidektomi
d) Pasien hamil, usia lanjut
e) Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal
terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12
minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada
awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid,
pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta
Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi
dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan
eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan di nilai
apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid
di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemidian hari dapat
tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
b. Surgical
1) Radioaktif iodine.
|
2) Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk
mengangkat kelenjar tiroid yang
membesar
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
Aktivitas atau istirahat
1)
Gejala: Imsomnia, sensitivitas
meningkat, Otot lemah, gangguan koordinasi, Kelelahan berat
2)
Tanda: Atrofi otot
b.
Sirkulasi
1)
Gejala: Palpitasi, nyeri dada (angina)
2)
Tanda: Distritmia (vibrilasi atrium),
irama gallop, murmur, Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
c.
Eliminasi
Gejala:
Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), Rasa nyeri / terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen, Diare,
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau
anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi),
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
d.
Integritas / Ego
1)
Gejala: Stress, tergantung pada orang
lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
2)
Tanda: Ansietas peka rangsang
e.
Makanan / Cairan
1)
Gejala: Hilang nafsu makan, Mual atau
muntah. Tidak mengikuti diet: peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,
penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (tiazid)
2)
Tanda: Kulit kering atau bersisik,
muntah, Pembesaran thyroid (peningkatan kebutuhan metabolisme dengan
pengingkatan gula darah), bau halitosis atau manis, bau buah ( napas aseton)
f.
Neurosensori
1)
Gejala: Pusing atau pening, sakit
kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan
2)
Tanda: Disorientasi, megantuk, lethargi,
stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru masa lalu) kacau mental.
Refleks tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari
DKA)
g.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala:
Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis dengan
palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h.
Pernapasan
1)
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk
dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
2)
Tanda: sesak napas, batuk dengan atau
tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat
i.
Keamanan
1)
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit
2)
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak,
lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang gerak, parastesia atau
paralysis otot termasuk otototot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam)
j.
Seksualitas
1)
Gejala: Rabas wanita (cenderung infeksi),
masalah impotent pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita
2)
Tanda: Glukosa darah: meningkat 100-200
mg/ dl atau lebih. Aseton plasma: positif secara menjolok. Asam lemak bebas:
kadar lipid dengan kolosterol meningkat

2. Diagnose keperawatan, kriteria
(NOC), Intervensi (NIC)
Diagnosa
Keperawatan
|
Kriteria
Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Berhubungan dengan benda asing dalam jalan napas
|
1.
Respiratory
status:
ventilation
2.
Respiratory
status: Airway
patency
3.
Aspiration
Control:
Kriteria Hasil :
a.
Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal.
b.
Mampu
mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
Airway
suction:
-
Auskultasi
suara nafas pasien
-
Monitor
status oksigen pasien
-
Berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, penurunan saturasi O2, dll.
Airway Management
-
Buka
jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
-
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
-
Monitor
respirasi dan status O2
-
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
-
Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
|
Nausea
berhubungan dengan
efek agen farmakologis
|
·
Nausea
and fomiting controle
·
Nausea
and fomiting severity
Kriteria hasil :
-
Pasien
mengatakan rasa mual berkurang atau tidak mual lagi
-
Pasien
mengatakan tidak muntah
-
Tidak
ada peningkatan kelenjar saliva
-
Pasien
dapat menghindari faktor penyebab nausea dengan baik
|
Nausea
Management
-
Kaji
rasa mual secara komperehensif mulai dari frekuensi, durasi, tingkat mual dan
faktor yang menyebabkan pasien mual
-
Evaluasi
efek mual terhadap nafsu makan pasien, aktivitas sehari-hari dan pola tidur
pasien
-
Berikan
istirahat dan tidur yang adekuat
-
Berikan
HE makan sedikit-sedikit tetapi sering dan dalam keadaan hangat
-
Kolaborasi
pemberian antiemetic
|
Risiko
penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama jantung
|
·
Cardiac pump effectiveness
·
Circulation status
·
Vital sign status
Kriteria Hasil:
-
TTV dalam batas normal
-
Tidak ada kelelahan
-
Tidak ada Edema paru
-
Tidak ada Asites
-
Tidak trejadi penurunan kesadaran
|
Cardiac care
Vital sign
monitor
-
Monitor
TTV dan keadaan umum pasien
-
Observasi
tanda-tanda adanya edema
-
Observasi
status pernafasan
-
Observasi
adanya nyeri dada (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
-
Monitor
balance cairan
-
Anjurkan
istirahat yang cukup
-
Anjurkan
menurunkan stress
|
Ansietas
berhubungan dengan kurang terpapar informasi; misinterpretasi informasi
|
·
Anxiety self controle
·
Anxiety level
·
Coping
Kriteria Hasil:
-
Mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan (tanda dan gejala) kecemasan
-
Mengatakan
kecemasan sudah berkurang yang dinyatakan secara verbal maupun nonverval
-
Tampak
adanya dukungan keluarga
|
1.
Anxiety
reduction
-
Gunakan pendekatan yang menenangkan dan meyakinkan
-
Dorong pasien mengungkapkan
kecemasan yang dialaminya
-
Kaji tanda kecemasan yang
diungkapkan secara verbal maupun nonverbal
-
Beri pujian atau kuatkan
perilaku yang baik secara tepat
-
Ajak melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
2.
Peningkatan
koping
-
Berikan informasi tentang
penyakit yang dideritanya
-
Dukung keterlibatan keluarga
untuk mendampingi pasien
|
Postoperatif
Nyeri
akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (prosedur operasi)
|
·
Pain level
·
Pain control
·
Comfort level
Kriteria hasil :
-
Pasien
mengatakan nyeri berkurang yang diekspresikan melalui verbal dan non
verbal
-
Mampu mengontrol nyeri dengan
manajemen nyeri
|
1. Pain
Management
2. Analgesic
administration
-
Observasi
TTV
-
Kaji
karakteristik nyeri secara komprehensif (penyebab, kualitas, intensitas,
skala nyeri) yang diungkapkan secara verbal dan nonverbal
-
Berikan
posisi yang nyaman
-
Ajarkan
teknik relaksasi baik nafas dalam ataupun distraksi
-
Kolaborasi
pemberian obat analgesik
|
Risiko
infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif
|
·
Immune status
·
Knowledge infection controle
·
Risk controle
Kriteria Hasil:
-
Tidak tampak
adanya tanda dan gejala infeksi
-
Jumlah
lekosit dalam batas normal
-
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
|
Kontrol
Infeksi
-
Monitor
keadaan luka
-
Monitor
tanda dan gejala infeksi
-
Monitor
kadar WBC, granulosit
-
Berikan
perawatan luka secara berkala dengan teknik yang tepat
-
Berikan
lingkungan yang bersih
-
Berikan
KIE pasien dan keluarga mengenai personal hygiene (seperti cara mencuci
tangan yang benar) untuk menghindari adanya factor pemicu infeksi
-
Kolaborasi
pemberian antibiotic
|
Referensi
Abdulraouf G,
Carin R. Hyperthyroidism: A Stepwise Approach To Management. Department of
Family and Community Medicine, University of Missouri- Columbia. The Journal of
Family Practice. Vol 60. No 7. July 2011.
Anwar R. (2005)
Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Pertemuan Fertilitas Endokrinologi
Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi RSHS/FKUP Bandung. pp.1-64
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner,
C. M. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier
Djokomoeljanto,
R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo
A.W. et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat.
Gharib H,
Goellner J, (1993), Fine-Needle Aspiration of the Thyroid – An Appraisal,
Volume 118, Issue 4; p. 282-289
Moorhead, S.,
Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United
Kingdom: Elsevier
NANDA
International. (2015). Nursing Diagnoses.
Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY
Blackwell
Syamsuhidayat,R.Wim
De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Suen C. Kenneth,
(2005), Fine-Needle Aspiration Biopsy of Thyroid, CMAJ, September 3; 167.
Tunbridge WM,
Evered DC, Hall R, et al. 1977.The spectrum of thyroid disease in a community:
the Whickham survey.http://emedicine.medscape.com/
Wiseman SM, et
al. Detection and Management of Hypothyroidism Following Thyroid Lobectomy:
Evaluation of a Clinical Algorithm. Ann. Surg Oncol, 2011; 18: 2548-2554.